Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
KH Cholil Nafis: Agama dan Negara Sama-sama Harus Ditegakkan
Jumat, 25 September 2020 19:43 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Akhir-akhir ini, hubungan negara dan agama sering kali dipertentangkan. Antara memelihara negara dan menjaga agama kadang dipandangnya secara dikotomis.
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis menyayangkan hal tersebut. "Antar agama dan negara itu bagai dua sisi mata uang. Negara butuh agama untuk membangun nilai-nilai peradaban dalam berbangsa dan bernegara sedangkan agama membutuhkan negara demi penegakan hukum dan keteraturan sosial. Maka untuk tegaknya keadilan dan kedamaian membutuhkan agama sekaligus negara," ujarnya, dalam keterangan yang diterima redaksi, Jumat (25/9).
Baca juga : Camat Di Perbatasan Negara Bakal Ditambah Kewenangannya
Kiai Cholil menegaskan, Al-Qur’an dan Hadits tidak menyebutkan model negara. Negara tidak harus sepenuhnya jadi negara agama dan juga tak boleh negara hanya berdasarkan rasionalitas semata. Negara butuh nilai agama demi tegaknya nilai keadilan, egaliter, dan berdasarkan musyawarah.
Dia menjelaskan, di dalam Al-Qur’an ada terminologi ummah (umat), syu'ub (suku-suku) dan qaum (kaum). Hal ini mengindikasikan bahwa politik itu bisa menggunakan tiga pola. Yaitu politik kebangsaan, politik kerakyatan, dan politik kekuasaan.
Baca juga : Hingga Agustus, Belanja Negara Sudah Capai Rp 1.534 Triliun
Politik kebangsaan, lanjutnya, berorientasi pada nilai kemanusiaan, persatuan, keadilan, dan perdamaian. Politik bermuara pada kerakyatan, adalah peran politik kemasyarakatan yang mengajak masyarakat amal ma'ruf dan mencegah umat dari berbuat mungkar. Sedangkan politik kekuasaan adalah politik praktis. Yaitu melakukan perubahan dan perbaikan melalui kekuasaan yang diraihnya.
Untuk Indonesia, dia menjelaskan, bangsa ini telah menjadi negara Islam (Darul Islam) bukan hanya darussalam (negara damai). Sebab, nilai Islam sudah terserap ke dalam sistem hukum nasional. Islam bebas diamalkan di Indonesia tanpa dihalangi masyarakat dan penguasa. "Kita tinggal memilih peran dalam politik ini, apakah peran politik kebangsaan, politik kerakyatan, atau politik kekuasaan. Semua ini menjadi sumber kekuatan manakala dapat dikoordinasi dengan baik," ujar Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) ini.
Peran MUI Pusat sebagai Khotibul Hukumah (mitra pemerintah) melalui Komisi Dakwah sudah berjalan sesuai dengan fungsinya yaitu. Komisi Dakwah MUI telah melaksanakan kegiatan sosialisasi Islam Wasathiyah yaitu menunjukkan jati diri umat Islam yang sesungguhnya, yaitu bahwa mereka menjadi yang terbaik, karena mereka berada di tengah-tengah, tidak berlebih-lebihan dan tidak mengurangi baik dalam hal akidah, ibadah, maupun muamalah. Sosialisasi sudah dilakukan di berbagai daerah. Sosialisasi Islam Wasathiyah juga merupakan upaya untuk mengimbangi dan meluruskan opini-opini yang dikembangkan di media sosial. [USU]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya