Dark/Light Mode

Kasus Pelarian Bos Multicon

Pejabat Kementerian PAN-RB Diperiksa Soal Pelat RFO

Jumat, 13 November 2020 05:56 WIB
Plt Jubir KPK, Ali Fikri.
Plt Jubir KPK, Ali Fikri.

RM.id  Rakyat Merdeka - Persoalan pelat nomor dinas “RFO” yang digunakan buronan Hiendra Soenjoto berbuntut panjang. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pejabat Kementerian Pendayagunaan Aparat Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) instansi yang menerbitkan pelat nomor itu.

“Eddy Syah Putri diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HSO (Hiendra),” terang Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri. 

Eddy menjabat Sekretaris Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB. 

Ali tak bersedia menjelaskan hasil pemeriksaan terhadap pejabat eselon II itu. Selama delapan bulan buron, Hiendra berpindah-pindah tempat. 

Ia bepergian dengan mobil yang dipasangi pelat nomor “RFO”. Sehingga ia lolos dari pemeriksaan di jalan raya, lantaran dikira pejabat kementerian. 

Mobil dengan pelat nomor dinas itu ikut diamankan ketika KPK menggerebek Hiendra di apartemen di kawasan BSD Tangerang Selatan, pada 29 Oktober lalu. 

Menteri PAN-RB, Tjahjo Kumolo pun angkat bicara mengenai mobil yang menggunakan pelat dinas instansinya. 

Baca juga : Dukung Pembangunan Perumahan, Kementerian PUPR Genjot Penggunaan Baja Ringan

“Dapat kami pastikan mobil yang ditangkap bukan mobil milik Kementerian PAN-RB. Hanya pelat nomornya yang pernah menjadi pelat nomor Kementerian PAN-RB,” kata politisi PDIP itu. 

Tjahjo menjelaskan, Tin Zuraidi, istri Nurhadi pernah menjabat Staf Ahli Menteri PAN-RB. Sehingga Tin berhak mendapat pelat nomor dinas. 

Tin memutuskan pensiun dini pada Februari 2020. Dia telah mengembalikan mobil dinas. Namun belum mengembalikan pelat nomor khusus. 

Tjahjo tak memastikan apakah pelat nomor yang dipakai Hiendra merupakan jatah Tin. 

Ia menandaskan instansi memutuskan tidak memperpanjang penggunaan pelat nomor dinas itu. “Pelat nomor tersebut saat ini sudah tidak berlaku,” katanya. Jadi, kalau tetap digunakan statusnya pelat bodong. 

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Nurhadi, menantunya Rezky Herbiyono dan Hiendra sebagai tersangka suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). 

Ketiga buron setelah ditetapkan tersangka. Nurhadi dan Rezky lebih dulu tertangkap pada Juni lalu di sebuah rumah di Simprug Golf, Jakarta Selatan. 

Empat bulan kemudian, Hiendra menyusul dibekuk. Perkara Nurhadi-Rezky telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta. 

Baca juga : Luas Tanam Padi Meningkat, Kementan Berikan Penghargaan Untuk Purwakarta

Mertua dan menantu ini didakwa menerima suap mencapai Rp 45.726.955.000 terkait pengurusan perkara. Juga menerima gratifikasi mencapai Rp 37.287.000.000 hingga terkait pengurusan perkara. 

Total, uang yang diraup Rp 83.013.955.000 selama Nurhadi menjabat Sekretaris MA. Rezky sering meminjam rekening pegawainya untuk menerima uang dari pihak yang beperkara. 

Salah satunya, rekening Calvin Pratama. Calvin pernah bekerja sebagai legal PT PT Herbiyono Energi Industri (HEI), perusahaan milik Rezky. 

Ia sempat disuruh kabur agar tak diperiksa KPK. Perintah itu disampaikan Gabriel alias Gabi, anak buah Rezky. 

“(Gabi) mengatakan bahwa KPK sedang mengincar saya,” kata Calvin ketika dihadirkan sebagai saksi sidang perkara ini. “Kunci mobil saya diminta sama orang suruhan Gabi. Pelat nomor mobil saya dilepas,” tuturnya. 

Awalnya, Calvin berpindahpindah kos. Lalu disuruh ke luar Jakarta. Semua biaya tiket pesawat dan penginapan ditanggung Gabi. 

“Saya datang ke hotel, sudah di-booking. Mobil juga sudah disiapkan,” kata Calvin. 

Selama pelarian, Calvin tidak pernah bertemu maupun berkomunikasi dengan Gabi. 

Baca juga : Doni: Pengungsi Kelompok Rentan Harus Dipisahkan

Baru pada pertengahan Desember 2019, Gabi mengajak bertemu untuk membicarakan suatu hal. Gabi pun terbang menemui Calvin. 

Mereka akhirnya bersua. Calvin diminta ikut ke suatu tempat. Ternyata ia dibawa ke bandara. “Saya bertemu pihak KPK di bandara itu,” tuturnya. 

Bersama penyidik KPK, Calvin kembali ke Jakarta. Setiba di ibu kota, Calvin dibawa ke Gedung Merah Putih untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi perkara Nurhadi-Rezky. 

Penyidik mengorek soal dana yang masuk ke rekening Calvin. Jumlahnya Rp 1,515 miliar pada 16 Oktober 2015, 28 Desember 2015 Rp 2,5 miliar, 29 Desember 2015 Rp 1,8 miliar, dan terakhir 22 Januari 2016 Rp 5 miliar. 

“Kalau ada uang masuk, Rezky pasti kasih kertas kecil atau kasih instruksi untuk saya,” beber Calvin. Rezky menyuruh Calvin mentransfer dana yang masuk ke rekeningnya—ke sejumlah sejumlah pihak. Juga menyuruh menukarkannya menjadi mata uang asing. Calvin tidak mendapatkan imbalan dari penggunaan rekeningnya. 

“Transaksi apapun masuk ke rekening saya (yang) atas nama Rezky dilimpahkan lagi 100 persen,” ujarnya. 

Ia tahu beberapa penggunaan dana itu. Di antaranya untuk membayar pembelian lahan kebun sawit, membeli tas mewah hingga liburan ke luar negeri. [BYU]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.