Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Hadapi Lonjakan Covid, Negara Harus Siapkan Skenario Terburuk

RS Harus Selektif Rawat Pasien ICU

Minggu, 3 Januari 2021 12:35 WIB
Epidemiolog Universitas Griffith dr Dicky Budiman. (Foto: Ist)
Epidemiolog Universitas Griffith dr Dicky Budiman. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Grafik positif Corona di Tanah Air terus naik. Rumah sakit-rumah sakit kewalahan. Ruang ICU di hampir semua rumah sakit, penuh. Pemerintah disarankan mulai menyiapkan protokol untuk menyeleksi pasien yang berhak mendapatkan perawatan ICU. Permintaan ini disampaikan Lapor Covid-19 lewat unggahan di akun twitter @LaporCovid.

Epidemiolog Universitas Griffith, dr Dicky Budiman sepakat dengan opsi tersebut. "Ini memang perlu disiapkan ya, opsi terakhir seperti ini dalam kondisi yang buruk," ujarnya kepada RMco.id, Minggu (3/1).

Dicky menyebut, banyak negara maju sudah menyiapkan opsi ini ketika lonjakan kasus terjadi dan kapasitas rumah sakit mulai tipis. Salah satunya di Australia. "Dalam situasi skenario terburuk memang harus ada opsi itu," imbuhnya.

Baca juga : Hari Ini, BGS Sidak Kesiapan RSUP Fatmawati dan RSUD Pasar Minggu

Situasi di Indonesia belum yang terburuk saat ini. Tapi dengan tren yang terus meningkat tajam, semua opsi atau skenario pengendalian ketika situasi memburuk, harus disiapkan. "Salah satunya pemilahan pasien untuk masuk ruang ICU itu," tutur Dicky.

Selain itu, perlu penyiapan rumah sakit darurat, serta PSBB atau karantina wilayah, misalnya sepulau Jawa. Tanpa penyiapan dari saat ini, maka akan menimbulkan banyak korban. Dicky mencontohkan, di Inggris, meski kasus sudah meningkat hingga 90 persen, kapasitas ICU atau ruang isolasi dj rumah sakit tidak dibiarkan sampai 100 persen.

"Artinya harus ada penambahan kapasitas, maupun SDM, dan penunjang lainnya. Darurat dan emergency tidak ada opsi untuk mentok sampai 100 persen. Nggak boleh. Ada alokasi, space, 10 persen atau 20 persen minimal," beber kandidat doktor dari Universitas Griffith itu.

Baca juga : Antisipasi Lonjakan Kasus Covid Pasca Libur Nataru, Menkes Siapkan 100 Bed Tambahan Di RSCM

Yang juga harus terus dilakukan pemerintah di setiap level pemerintahan adalah penguatan di aspek testing. Testing ini sangat penting karena inti atau esensi dari pengendalian wabah adalah menemukan kasus secara dini.

"Ini menentukan keberhasilan kita menentukan tracing, serta melakukan isolasi karantina. Rangkaian inilah yang akan memutus mata rantai dari Covid-19. Tanpa itu dilakukan kita akan gagal," urai Dicky.

Minimal, rangkaian dari mulai testing, tracing, isolasi karantina termasuk treatment ini, bisa 80 persen dilakukan.

Baca juga : Dinas Kesehatan DKI Rekrut 1.147 Relawan

"Barulah kita bisa secara bertahap melandaikan dan menempatkan posisi Indonesia dalam posisi relatif terkendali, yang biasanya ditandai dengan 10 kasus per 1 juta penduduk. Atau dengan tes positivity rate-nya harus 5 persen paling tinggi. Atau di bawah 3 persen, paling bagus, sangat terkendali. Ini yang harus dicapai Indonesia," tandasnya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.