Dark/Light Mode

Tekan Laju Penyebaran Covid-19, Pemerintah Perlu Hapus Tarif Produk Farmasi

Jumat, 14 Agustus 2020 20:52 WIB
Ilustrasi alat medis
Ilustrasi alat medis

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah perlu menghapus pengenaan tarif produk farmasi sebagai salah satu upaya untuk menjaga kelangsungan pasokan obat selama dan sesudah Covid-19.

"Adanya bea masuk dalam bentuk tarif untuk produk farmasi berkontribusi besar pada kenaikan harga obat," tutur Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta dalam keterangan persnya kepada RMco, Jumat (14/8/2020).

Menurut Andree mengutip temuan Geneva Network* dalam laporan berjudul “Abolishing pharmaceutical and vaccine tariffs to promote access”, mengatakan bahwa Tarif terhadap obat-obatan pada dasarnya adalah seperti pajak regresif karena lebih membebani masyarakat berpenghasilan rendah daripada yang berpenghasilan tinggi.

Ia melihat, Indonesia sebenarnya sudah mengurangi tarif untuk produk farmasi dalam beberapa tahun terakhir. Tetapi Indonesia masih menerapkan tarif rata-rata obat sebesar 3,8 persen, dan 3,3 persen untuk vaksin.

Baca juga : Marak Klaim Obat Covid-19, YLKI Minta Pemerintah Hadirkan Hukum Yang Konsisten

Selain itu kata dia, Indonesia malah memperluas kategori obat-obatan yang dikenakan tarif, dari 14 kategori pada tahun 2001 menjadi 66 kategori pada tahun 2018.

Menurut Andree kapasitas produksi vaksin sebesar 300 juta dosis per tahun dan kebutuhan dua dosis vaksin coronavirus per orang, maka jika seluruh kapasitas digunakan hanya untuk produksi vaksin ini pun mungkin akan perlu waktu dua tahun untuk memproduksi dan mendistribusikannya ke setiap penduduk Indonesia.

Padahal, lanjutnya, vaksin lain jelas masih tetap dibutuhkan, sehingga akan terjadi dilema mana yang didahulukan.

Dikatakan, negara lain yang populasinya lebih sedikit vaksinasinya bisa saja selesai lebih cepat dan malah mungkin memiliki persediaan ekstra.

Baca juga : Polri Kehilangan Peserta Terbaik Calon Taruni Akpol Di Kepri

"Di sinilah pentingnya penghapusan tarif untuk menjadikan impor vaksin sebagai strategi pelengkap demi mempercepat penanganan Covid-19 tanpa mengorbankan penanganan penyakit lainnya," kata Andree.

Pemerintah masih kata Andree, idealnya melihat penghapusan tarif sebagai instrumen untuk melancarkan perdagangan dan upaya untuk mempertahankan keberlanjutan pasokan barang medis untuk menahan laju penyebaran Covid-19 sekarang maupun nanti setelah pandemi berlalu.

Ia juga menyoroti di luar obat-obatan, masih dikenakan tarif yang cukup tinggi untuk Alat Pelindung Diri (APD) dan alat medis.

Andree mengingatkan bahwa Covid-19 kemungkinan besar bukanlah pandemi terakhir yang akan kita hadapi, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan menghapus tarif pada obat-obatan, vaksin, dan pasokan medis secara permanen.

Baca juga : 31 Perkantoran Ditutup Akibat Covid-19, Polres Jakarta Utara Tak Termasuk

Salah satunya adalah dengan segera mendukung Perjanjian Farmasi yang dicetuskan WTO (dikenal juga sebagai “Zero for Zero”) bersama-sama dengan 34 negara lainnya yang telah sepakat untuk menghapuskan tarif obat-obatan untuk semua anggota WTO.

"Bergabung dengan perjanjian ini berarti pasien dapat memperoleh obat-obatan bebas bea untuk seterusnya. Ini bukan hanya kunci untuk mengalahkan pandemi Covid-19, tetapi juga meninggalkan warisan yang positif untuk masa depan generasi yang akan datang," tutup Andre. [FAZ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.