Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Romo Benny Sebut, Demokrasi Pancasila Bisa Jadi Solusi Atasi Korupsi

Senin, 1 Maret 2021 23:38 WIB
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo (Foto: Istimewa)
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Corruption Perception Index (CPI) yang dikeluarkan Transparency International memperlihatkan posisi Indonesia masih merah. Indeks Indonesia ada di angka 37 dalam skala 0 sampai 100. Kasus korupsi juga masih sangat marak. Yang teranyar, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.

Melihat fenomena ini, Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang juga budayawan Antonius Benny Susetyo ikut memberi tanggapan. Pria yang akrab disapa Romo Benny ini menjelaskan, salah satu cara untuk menghentikan maraknya kasus korupsi adalah dengan kembali ke demokrasi Pancasila.

"Jika kita ingin menghentikan korupsi, harus mengubah sistem kembali kepada demokrasi Pancasila yang efisien dan mengurangi money politics," jelas Benny, dalam keterangan yang diterima RM.id, Senin (1/3).

Baca juga : Elektabilitasnya Naik Terus, Demokrat Dan PKS Dapat Berkah Jadi Oposisi

Selain itu, lanjut Benny, hal lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi korupsi adalah merevisi Undang-Undang tentang Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dalam Undang-Undang baru harus diatur, negara membiayai proses calon kandidat dalam Pilpres dan Pilkada.  

"Revisi Undang-Undang Pilpres dan Pilkada untuk pembiayaan oleh negara dalam proses calon kandidat. Selain itu, partai harus ada proses kaderisasi dan jangan ada calo," tambahnya.

Mengenai sanksi terhadap koruptor, Benny dengan tegas mengatakan, harus pemiskinan dan dijatuhi sanksi sosial. "Hukuman agar jera bagi koruptor adalah pemiskinan. Dan sanksi sosial harus diadakan untuk mengatasi masalah korupsi ini," tegasnya.

Baca juga : Tak Berpotensi Tsunami, Gempa Pandeglang Terjadi Akibat Aktivitas Subduksi

Benny menambahkan, korupsi hanya bisa dicegah dengan adanya perubahan perilaku dari pengambil kebijakan dan masyarakat. Hidup jujur dan integritas adalah yang paling utama. Sayangnya, selama ini, penanam kejujuran dan integritas kurang dilakukan. "Kejujuran itu sangat langka,” ucapnya.

Hal lain disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Petrus Selestinus. Dia mengatakan, pola korupsi di Indonesia itu saling melindungi. "Secara umum. saya melihat pola korupsi di Indonesia itu saling melindungi, baik eksekutif atau legislatif," ujarnya.

Dalam hal pemberantasan, Petrus melihat, sinergitas antara Polri, Kejaksaan, dan KPK kurang berjalan dengan baik. "Sinergitas antara Polri, Kejaksaan, dan KPK tidak berjalan dengan lancar. KPK seolah berjalan sendiri dengan kewenangannya yang begitu besar," tuturnya. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.