Dark/Light Mode

Dampak Sengketa DJKA Versus PT KAI

KPK: Biaya Sewa Lahan Rp 604 Miliar Menguap

Sabtu, 19 Juni 2021 06:30 WIB
Direktur Koordinasi, Supervisi dan Pencegahan Wilayah V KPK Budi Waluya. (Foto: ANTARA)
Direktur Koordinasi, Supervisi dan Pencegahan Wilayah V KPK Budi Waluya. (Foto: ANTARA)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi penengah sengketa aset antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Direktur Koordinasi, Supervisi dan Pencegahan Wilayah V KPK Budi Waluya mengatakan, pihaknya turun tangan karena sengketa ini menyebabkan penerimaan negara menguap. Jumlahnya mencapai Rp 604 miliar dari sewa aset milik negara itu.

“Semakin lama tidak diselesaikan, negara tidak memanfaatkan aset secara maksimal. PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) tidak masuk, belum lagi potensi aset hilang,” ujar Budi.

Baca juga : Bupati Nganjuk yang Di-OTT KPK Punya Harta Rp 116,8 Miliar

Masalah ini muncul karena perbedaan penafsiran terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2009 teantang Penyelenggaraan Perkeretaapian.

Menurut Kemenhub dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), aturan itu mempengaruhi kepemilikan lahan sebagai Barang Milik Negara (BMN). Sementara PT KAI menganggap peraturan itu hanya menyangkut teknis operasional penyelenggaraan perkeretaapian. Tidak menyangkut pada kepemilikan aset.

Perbedaan penafsiran itu, kata Waluya, menyebabkan PT KAI dan DJKA Kemenhub sama-sama mengklaim aset tanah ruang milik jalur (rumija). Sehingga, ada pencatatan ganda atas aset berupa tanah seluas 56,3 juta meter persegi.

Baca juga : Kuartal I-2021, CIMB Niaga Sukses Raup Laba Rp 996 Miliar

Akibat sengketa ini pemanfaatan aset rumija jadi tidak optimal. Pihak ketiga yang menyewa tanah di lahan rumija akhirnya menunda bahkan tidak membayar uang sewa. Baik kepada PT KAI, maupun kepada Kemenhub.

“Sampai dengan akhir bulan Oktober 2017 tercatat setidaknya sewa yang belum dibayarkan senilai Rp 604 miliar,” ungkap Waluya.

Permasalahan itu sempat dibahas pada 18 Februari 2021. Rapat dihadiri Kemenhub, Kemenkeu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), PT KAI dan KPK.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.