Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kalau Cakupan Vaksinasi Cuma 70 Persen

Herd Immunity Sulit Tercapai, Siap-siap Jadi Tahanan Rumah Lebih Lama

Kamis, 5 Agustus 2021 20:50 WIB
Epidemiolog Unair, Dr. Windhu Purnomo (Foto: YouTube)
Epidemiolog Unair, Dr. Windhu Purnomo (Foto: YouTube)

RM.id  Rakyat Merdeka - Epidemiologi Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Windhu Purnomo meyakini herd immunity atau kekebalan komunal di Indonesia tak akan pernah tercapai. 

Salah satu alasannya, efikasi vaksin yang banyak digunakan di Indonesia - Sinovac dan AstraZeneca, tidak terlalu tinggi.

"Secara teoritis, tak mungkin herd immunity tercapai. Sebab, efikasi vaksin yang kita pakai tidak terlalu tinggi. Ditambah lagi, varian virus yang berkembang lebih ganas," kata Windhu dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Rakyat Merdeka bertajuk Tetap Jaga Prokes Meski Sudah Divaksin, Kamis (5/8).

"Ini sudah saya sampaikan di depan Pak Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Pak Menko Marves Luhut. Secara teoritis, kita tidak akan pernah mencapai herd immunity. Cakupan vaksinasinya tidak bisa cuma 70 persen, harus 100 persen," tandasnya.

Baca juga : Dukung Jokowi Tangani Covid-19, Bamsoet Optimis Herd Immunity Tercapai Tahun ini

Windhu menjelaskan, herd immunity sebetulnya bisa tercapai, sekalipun efikasi vaksin tidak tinggi. Asalkan, tidak ada mutasi virus yang lebih berbahaya. Yang bisa menembus jerat antibodi.

"Jika ada varian yang lebih menular, sementara vaksinnya hanya untuk varian yang lama dan efikasinya hanya 65 persen, maka menurut hitungan, jumlah penduduk yang wajib divaksin harus 100 persen," terang Windhu.

Semakin menular variannya, semakin sulit mencapai herd immunity. Misalnya, varian Delta yang sangat menular dan berbahaya. Varian tersebut menular 2,5 kali lebih kuat, dibanding varian awal di Wuhan.

1 orang yang terinfeksi virus varian awal, hanya akan menulari 3 orang. Kemudian, 3 orang ini akan menulari 3 orang lainnya dan seterusnya. Sementara varian Delta, dapat menulari 8 orang dan seterusnya. Penularannya makin cepat.

Baca juga : Vaksinasi Hari Kedua, PKB Harap Herd Immunity Cepat Terwujud

Varian Delta juga punya antibodi escape alias dapat mengelabui sistem antibodi tubuh. Makanya, bila terinfeksi varian Delta, orang yang telah divaksin Sinovac bisa tetap sakit dan bergejala berat.

"Inilah yang dialami oleh para tenaga kesehatan, yang berguguran. Pada bulan Juli saja, saat varian Delta sedang merebak, lebih dari 100 nakes wafat. Padahal, mereka telah divaksin Sinovac 2 dosis," papar Windhu.

"Selain itu, antibodi vaksin Sinovac hanya 6 bulan sampai 1 tahun. Sehingga perlu ada booster.  Artinya jika masih ada penularan, ditambah variannya semakin ganas, vaksinasi tak akan terlalu efektif," imbuhnya.

Karena itu, vaksinasi tak bisa tunggal dalam menghentikan penularan.

Baca juga : Insya Allah Tercapai, Antusias Warga Untuk Divaksin Tinggi

"Tidak bisa vaksin saja. Pencegahan tambahan tetap penting. Kombinasi vaksinasi dan prokes, akan menawarkan keuntungan terbaik. Vaksinasi tanpa prokes, ya tidak bisa terlindungi. Apalagi, belum semua penduduk tervaksin," pesannya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.