Dewan Pers

Dark/Light Mode

Mahasiswa PTKI Harus Siap Hadapi Society 5.0 Dan Jadi Agen Moderasi

Jumat, 17 September 2021 13:51 WIB
Wamenag Zainut Tauhid (Foto: Dok. Kemenag)
Wamenag Zainut Tauhid (Foto: Dok. Kemenag)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi berpesan kepada para mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) untuk bersiap menghadapi tantangan era Society 5.0. Di saat yang sama, dia juga berharap mahasiswa PTKI dapat menjadi agen sekaligus teladan dalam praktik keagamaan yang moderat.
 
Pesan ini disampaikan Zainut saat memberikan pembekalan ke mahasiswa UIN Alauddin Makassar yang akan menjalani program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Pembekalan ini diikuti sekitar 3.000 mahasiswa secara online. 
 
“Kita harus mengantisipasi adanya persaingan antara manusia dan teknologi pada era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. Para mahasiswa harus memiliki beberapa soft skill agar tidak kehilangan kesempatan untuk berada di lapangan pekerjaan yang sangat kompetitif,” pesannya, di Makassar, seperti keterangan yang diterima RM.id, Jumat (17/9).
 
Era Society 5.0 adalah masa ketika masyarakat dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era revolusi industri 4.0 seperti Internet on Things, Artificial Intelligence, Big Data, dan perangkat mesin digital untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Zainut mendorong mahasiswa dan kampus PTKI untuk terus melakukan akselerasi pemahaman dan penguasaan terhadap teknologi. 
 
Mantan Anggota Komisi VIII DPR ini menambahkan, revolusi industri diperkirakan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia pada 2030, karena digantikan oleh mesin. Ini menjadi tantangan dunia, termasuk Indonesia sebagai negara dengan angkatan kerja dan angka pengangguran yang cukup tinggi.
 
“Keniscayaan Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 benar-benar kita rasakan lebih cepat dan membutuhkan proses adaptasi yang juga cepat. Skill abad 21 yang menghendaki kita untuk memiliki wawasan literasi digital sudah hari-hari ini kita lakukan,” ujarnya.
 
Moderasi Beragama
Selain literasi digital, Indonesia juga dihadapkan pada tantangan ekstremisme dan intoleransi. Hasil penelitian Pusat Studi Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di 18 kota/kabupaten pada 2018 menunjukkan bahwa ancaman ekstremisme di kalangan kaum muda berusia 15-24 sangat mengkhawatirkan. Tren konservatisme ini dicirikan dengan scriptural plus komunal yang juga menguat.
 
Fakta ini, kata Zainut, harus direspons PTKI dengan memberikan bekal mahasiswanya tentang perspektif moderasi beragama dalam pemahaman teks-teks keagamaan dan kehidupan sosial. Sehingga, mereka bisa menjadi agen dan katalisator dalam mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin. 
 
Menurut Zainut, pengarusutamaan moderasi beragama setidaknya dilandasi tiga hal. Pertama, kehadiran agama untuk menjaga martabat manusia dengan pesan utama rahmah (kasih-sayang). Kedua, pemahaman bahwa pemikiran keagamaan bersifat historis, sementara realitas terus bergerak secara dinamis, sehingga kontekstualisasi adalah keniscayaan, tidak justru terjebak pada teks yang melahirkan cara beragama yang eksklusif. Ketiga, tanggung jawab untuk menjaga negara dari siapa saja yang ingin merongrong kehormatanya.
 
“Anda semua harus bangga menjadi bagian dari PTKI yang selama ini menjadi tempat penyemaian terbaik Islam yang rahmatan lil alamin yang dipadu dengan ilmu-ilmu filsafat dan sosial humaniora. Karenanya, jadikan anda duta moderasi beragama yang menjadi katalisator untuk mendiseminasikan wawasan dan paham ke-Islaman yang inklusif, toleran dan damai,” tegasnya. [DIR]