Dark/Light Mode

Bak Langit dan Bumi

Rabu, 11 September 2019 06:55 WIB
Ngopi - Bak Langit dan Bumi
Catatan :
ESTI FITRIA WULANDARI

RM.id  Rakyat Merdeka - Bukan rahasia lagi, jika jelang akhir bulan, uang makin menipis. Sebagai menteri keuangan dalam rumah tangga, dipaksa kreatif dan cerdas menggunakan sisa kekuatan yang ada.

Untuk urusan perut dan akomodasi sehari-hari, saya sudah terbiasa mengakalinya. Yang bikin pusing itu kalau ada anggota keluarga yang sakit di tanggal tua.

Yang bikin tambah puyeng lagi itu plafon asuransi untuk klaim rawat jalan sudah habis. Itu artinya, kita harus keluar uang. Seperti pengalaman saya bulan lalu.

Tanggal di kalender sudah melewati angka 20. Dua anak saya bergantian sakit. Yang cowok jatuh dari sepeda yang mengharuskan dagunya mendapatkan jahitan, karena lukanya cukup dalam.

Baca juga : Kita dan Esemka

Beberapa hari kemudian, kami harus bolak balik kontrol dokter untuk memeriksa, apakah jaitannya sudah kering dan siap dilepas.

Sangat menguras kantong, karena semua dilakukan di rumah sakit besar. Alhasil, plafon asuransinya habis. Lalu disusul adiknya yang harus ke rumah sakit itu lagi, karena hidungnya selalu meler dan mengeluarkan bau busuk.

Nah, untuk kasus yang ini kami harus ke dokter spesialis THT. Setelah diperiksa, ternyata ada tisu sebesar satu ruas kelingking di pangkal hidungnya.

Alhamdulillah tisu berhasil dikeluarkan dengan memakai alat penyedot, yang ukurannya lebih kecil dari sedotan. Setelahnya, dokter meresepkan beragam obat untuk mencegah infeksi dan membantu pemulihan.

Baca juga : KPK, Jangan Dimatikan

Feeling saya, plafon asuransi langsung habis karena segala macam tindakan beserta alat dan perlengkapan yang dipakai dokter akan dikenai biaya.

Dan benar saja, ketika sampai di kasir, kami harus membayar full. Untuk menghemat pengeluaran, antibiotiknya saya tebus di luar saja. Di apotek kecil yang jaraknya 2 km dari rumah, antibiotik itu dihargai Rp 105 ribu.

Dalam hati saya, ya wajar, karena rumah sakit itu biasanya selalu meresepkan obat-obat paten dengan harga menjulang. Berhubung tanggal tua, saya iseng bergeser ke apotek lain, yang memang sudah jadi langganan kami.

Waktu diberi tahu harganya cuma Rp 14 ribu, hampir saja saya loncat kegirangan, kalau tidak malu disebut lebay. Harganya bagai langit dan bumi!

Baca juga : 20 Manfaat Jalan Santai

Ini tentu meninggalkan pertanyaan buat saya, apakah merek antibiotik di apotek pertama sama persis dengan apotek kedua.

Karena berdasarkan pengalaman saya, yang pernah minta tolong ke suami belikan suplemen di apotek pertama, harganya empat kali lipat dari yang biasa kami beli di apotek lain.

Padahal merek dan jenisnya sama. Jadi kapok ke apotek itu lagi, meski dekat dari rumah. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.