Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Hujan rintik-rintik membasahi kawasan DPR, Senayan, Jakarta, Kamis malam kemarin. Saat itu, teman saya, SQ berteduh di Pos Pengamanan Dalam (Pamdal) di tempat parkir motor.
Sekitar 15 menit kemudian, hujan reda. Dengan setengah terburu-buru, SQ mengambil motornya yang diparkir tak jauh dari Pos Pamdal. Sebab, malam itu SQ harus ke kantor untuk piket. Termasuk saya juga.
Di pintu keluar, seperti biasa, karcis warna merah beserta uang parkir diserahkan ke petugas. Ternyata, penjagaan malam itu berbeda dari hari biasanya.
Mungkin efek menjelang pelantikan Presiden dan Wapres, besok. Penjagaan menjadi lebih ketat. Petugas tiba-tiba menanyakan STNK. Padahal, sebelumnya teman saya ini tak pernah ditanya itu.
Baca juga : Amerika Diserang Badai Api
SQ pun gelagapan. Sebab, dia memang tak pernah membawa STNK. Karena sudah lama hilang entah ke mana. “Wah, Pak, ketinggalan di rumah,” jawab SQ sedikit gugup.
SQ pun pura-pura merogoh saku celananya. Mengambil apa pun yang ada. Menunggu lama, akhirnya salah satu petugas mengajak SQ ke Kantor Pamdal. Lokasinya tidak jauh. Sekitar 200 meter dari tempat parkir.
Dengan wajah pasrah, SQ mengikuti motor Pamdal dari belakang. Wajah SQ semakin gusar ketika masuk ke dalam Kantor Pamdal. Suasananya sepi dan hening. Seakan ada rasa bersalah.
Dua petugas sudah menunggu di dalam. Mereka lantas bertanya keberadaan STNK. Petugas juga mengambil sebuah kertas A4 untuk mencatat berita acara pemeriksaan.
Baca juga : Zarco Tunggangi LCR Honda
Pemeriksaan berlangsung santai, tanpa paksaan. “Bapak bisa foto STNK yang ketinggalan di rumah,” pinta seorang petugas. SQ berkilah.
“Di rumah sedang sepi orang, sehingga tidak ada yang bisa dimintain foto,” jawabnya. Karena tidak ada bukti STNK, petugas Pamdal lantas meminta KTP.
Ternyata, SQ juga tidak membawa kartu identitas itu. Belum puas, akhirnya petugas Pamdal meminta bukti lain. Ternyata, SQ hanya membawa satu-satunya kartu pengenal berupa SIM A. Kartu pengenal tersebut menjadi satu-satunya kartu yang berada di dompetnya.
Uang pun tinggal gocengan. Miris melihatnya. Saya mencoba menenangkan. “Tenang, saya ada uang. Untuk makan ada,” kata saya mencoba menghibur.
Baca juga : Contohlah Thailand
Setelah mencatat SIM tersebut, Pamdal berencana menyitanya. Ini dilakukan sebagai bukti bahwa motor tersebut benar-benar milik SQ. SQ merenung sejenak.
Urat di wajahnya terlihat menonjol. Seakan tidak terima dengan kebijakan dari Pamdal. Setelah berpikir, ia lebih memilih motornya yang ditahan.
“Tahan motor saya saja, Pak. SIM A saya ambil. Ini lebih saya butuhkan,” ucapnya, dengan suara lemah. Sejurus kemudian, SQ lantas memarkirkan motornya di depan Kantor Pamdal bersama helmnya.
Dia lantas berboncengan dengan saya ke kantor. Dalam perjalanan, SQ sedikit berkeluh kesah. ”Di rumah tidak ada motor lagi. Jadinya besok ke mana-mana harus bawa mobil,” candanya, dengan sedikit senyuman.[AHMAD LATHIF RODYIDI]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.