Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

HNW: Aturan Toa Masjid Jangan Justru Bikin Disharmoni

Rabu, 23 Februari 2022 20:58 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW). (Foto: Istimewa)
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengkritisi Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Surat Edaran itu ditujukan untuk menghadirkan harmoni, tetapi diberlakukan secara generalisasi dan tidak mempertimbangkan kearifan lokal.

Hidayat khawatir, SE tersebut malah berbalik menciptakan keresahan, saling curiga dan disharmoni di kalangan masyarakat yang terhubung dengan masjid dan musala.

"Seharusnya, sebelum membuat Surat Edaran, Menag terlebih dahulu membuat kajian yang obyektif dan komprehensif, serta berkomunikasi terlebih dulu dengan para wakil rakyat di Komisi VIII DPR, yang membidangi urusan agama. Karena mereka seperti saat reses sekarang ini, menyerap aspirasi konsituen dan warga, termasuk yang terkait dengan masjid dan musala serta masalah harmoni antar umat beragama," saran Hidayat dalam keterangannya, Rabu (23/2).

Hidayat mengaku mendapat banyak masukan warga yang hampir semuanya menyayangkan dan tidak sependapat dengan Surat Edaran baru Menag. HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid  mengatakan, sejatinya pengaturan mengenai penggunaan pengeras suara ini sudah ada sejak 1978. Yakni melalui Instruksi Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kep/D/101/1978.

Baca juga : KSP: Pengaturan Pengeras Suara Masjid Wujudkan Toleransi Dan Harmoni Sosial

Kemudian dipertegas kembali keberlakuannya melalui Surat Edaran Dirjen Bimas Islam pada 2018. Artinya, lanjut HNW, ini bukan aturan baru, SE itu sudah ada sejak 44 tahun lalu.

Sayangnya, SE yang dikeluarkan Menag berbeda secara mendasar karena generalisisasi pemberlakuannya di seluruh Indonesia. Tanpa menyebutkan kembali soal kearifan lokal, serta obyektifitas membedakan masjid dan musala di kawasan kota dan desa, di kawasan mayoritas muslim atau minoritas.

Selain itu, juga tidak disebut adanya faktor krusial yang menjadi sebab serius mengapa SE itu dinaikkan kelasnya, dari Surat Edaran Dirjen menjadi SE Menteri. Mestinya disebutkan fakta-fakta dalam rentang waktu 4 tahun dari tahun 2018 saat masih berbentuk Surat Edaran Dirjen Bimas Islam hingga tahun 2022 saat dinaikkan kelas menjadi Surat Edaran Menteri.

"Mestinya disebutkan ada masalah-masalah disharmoni apa, sehingga SE tersebut perlu dinaikkan kelasnya," ujarnya.

Baca juga : Menag Terbitkan Pedoman Penggunaan Toa Di Masjid Dan Musala, Begini Aturannya

Lebih lanjut, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini  menilai, Instruksi Dirjen Bimas Islam pada 1978 malah lebih baik. Mestinya dalam rangka menghadirkan harmoni, justru Surat Edara Dirjen itu diperbaiki untuk diperkuat. Karena berlaku obyektif dan adil, dengan mempertimbangkan aspek lokalitas, dan kebudayaan masyarakat setempat.

Di dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam tersebut menyebutkan bahwa ketentuan ketat terhadap penggunaan pengeras suara di masjid dan musala diberlakukan untuk kota besar, seperti ibu kota negara, ibu kota provinsi dan ibu kota kabupaten/kota yang penduduknya beraneka ragam, baik dari segi agama, jam kerja dan lain sebagainya.

Instruksi Dirjen Bimas Islam tersebut juga mengecualikan pengaturan tersebut untuk masjid, langgar dan musala di desa/kampung, dengan tetap memperhatikan tanggapan dan reaksi masyarakat.

"Itu surat edaran yang bijak. Sayangnya, SE Menag sekarang, ini tidak membuat pengecualian tersebut. Malah diberlakukan general, dipukul rata untuk semua daerah di Indonesia," herannya.

Baca juga : Sang Raja Rubuh Di Paris

Dikatakan HNW, umumnya daerah-daerah di Sumatera seperti di Aceh, Sumatera Barat, hingga Riau,  Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, NTB, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku Utara, masyarakatnya sudah sangat harmoni dengan pengeras suara di masjid dan musala.

Bahkan di Jakarta sekalipun,  dengan tegas mengatakan selama ini tidak ada masalah dengan pengeras suara baik suara adzan, pengajian, dan tarhim.

"Salah satu tokoh FKDM, Pak Warli, malah menyampaikan bahwa Surat Edaran Menag itu justru bisa jadi beban di tengah warga sehingga bisa memicu terjadinya disharmoni. Mereka yang sudah harmoni dan tidak ada masalah dengan pengeras suara, seharusnya cukup diberi rambu-rambu umum soal pentingnya menjaga dan menguatkan harmoni dan kerukunan umat beragama," ujar HNW.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.