Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Perempuan harus mampu keluar dari stereotype yang ada saat ini. Sehingga mampu lebih banyak berperan dalam mewujudkan kebijakan publik. Dorongan agar perempuan mampu meningkatkan kontribusinya di ruang-ruang publik harus konsisten dilakukan.
"Selama ini perempuan selalu dicitrakan harus menjadi manusia yang sempurna. Untuk meningkatkan perannya dalam setiap kebijakan publik, perempuan harus berani untuk menjadi tidak sempurna dengan memecahkan tembok kaca stereotype yang mengungkungnya," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat saat menjadi pembicara kunci dalam webinar bertema Diaspora Global Aceh Revisiting Pahlawan Perempuan Aceh Dalam Kepemimpinan Perempuan, Sabtu (18/6).
Menurut Lestari, berkorban untuk menjadi manusia yang tidak sempurna dan keluar dari stereotype yang selama ini mengukung kaum perempuan itulah, yang saat ini menjadi tantangan besar agar keterlibatan perempuan di ruang publik bisa ditingkatkan.
Baca juga : Velove Vexia, Happy Dan Tenang Pasca Menikah
Perjuangan perempuan Aceh untuk berkiprah di ruang publik, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, seharusnya bisa lebih baik mengingat peran perempuan Aceh yang mengemuka di masa lalu.
Sejarah nusantara mencatat, tambah Rerie, perempuan telah menjadi bagian dari perjuangan bangsa Indonesia. Apalagi secara khusus perempuan Aceh memiliki kedaulatan dalam kerajaan Islam antara tahun 1641-1699. Aceh juga memiliki banyak pahlawan perempuan, antara lain Laksamana Malahayati (1550-1615), Tjut Nyak Dien (1848-1908) dan Cut Nyak Meutia (1870-1910).
Namun, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, saat ini perempuan di Indonesia masih berjuang untuk mewujudkan peningkatan keterwakilannya di parlemen menjadi 30 persen.
Baca juga : Kunci Keberhasilan PSR: Pendampingan & Pelatihan
Berdasarkan data World Bank (2019), ujarnya, Indonesia menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen.
Diakui Rerie, data tersebut memperlihatkan partisipasi perempuan Indonesia dalam parlemen masih terbilang rendah. "Berbagai upaya untuk mendorong agar perempuan mampu keluar dari stereotype yang mengukungnya selama ini harus terus dilakukan," tandasnya.
Menurut Rerie, pemberdayaan dari sisi pendidikan dan pengetahuan agar mampu membuka cakrawala berpikir para perempuan dan masyarakat harus konsisten dan masif dilakukan agar tercipta kemandirian yang sangat berguna untuk meningkatkan peran perempuan di ruang-ruang publik. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya