Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Elnusa Petrofin Salurkan 10.872 Paket Sembako ke Masyarakat di Seluruh Indonesia
- Thomas Tuchel Merasa Belum Pantas Menyanyikan Lagu Kebangsaan Inggris
- Thibaut Courtois Mau Buka-bukan Soal Kasusnya Di Timnas Belgia
- Lagi Fokus Keluar Zona Degradasi, PSS Sleman Malah Dapat Kabar Buruk
- Ketua DEN : Deregulasi untuk Efisiensi Ekonomi dan Percepatan Investasi

RM.id Rakyat Merdeka - Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem), Taufik Basari punya pandangan yang belakangan lagi heboh, ganja untuk kebutuhan medis.
Dikatakan Tobas, sapaan akrabnya, dalam diskursus ganja untuk kebutuhan pengobatan, masyarakat perlu mengetahui bahwa secara hukum dan berdasarkan Undang-Undang (UU) Narkotika, sebenarnya narkotika merupakan obat.
Namun karena terdapat efek samping jika tidak digunakan dengan standar pengobatan yang tepat, maka diaturlah golongan-golongan narkotika.
Baca juga : Banggar DPR: Pemindahan IKN Prioritas Nasional RAPBN TA 2023
Golongan I. Adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi. Serta narkotika yang mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Golongan II. Adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Golongan III. Adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Baca juga : F-PKB DPR: RUU KIA Jamin Masa Depan Generasi Penerus
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesahatan (Permenkes) yang menjadi lampiran UU, lanjut Tobas, sejak dahulu hingga terakhir tahun 2021, ganja dan seluruh produk turunannya ditempatkan sebagai narkotika Golongan I yang hanya dapat digunakan untuk riset dan tidak dapat untuk terapi kesehatan.
"Akibatnya, pasien seperti anak dari Ibu Santi yang menderita cerebal palsy tidak dapat menggunakan ganja untuk pengobatan. Bahkan dalam kasus Fidelis Arie, yang memberikan ganja untuk pengobatan istrinya harus berakhir pada proses hukum," tutur Tobas dalam keterangannya, Minggu (3/7).
Dikatakan Tobas, peristiwa yang dialami Santi dan Dwi Pertiwi yang memperjuangkan pengobatan anaknya serta Fidelis yang membantu pengobatan istrinya hingga harus berhadapan dengan hukum, merupakan masalah kemanusiaan yang harus dicarikan jalan keluarnya.
Baca juga : DPR: Pengesahan RUU 5 Provinsi Untuk Percepatan Pembangunan Daerah
"Kita tidak boleh berpandangan konservatif dalam merumuskan kebijakan narkotika," ingatnya.
Jika terdapat penelitian yang menunjukkan turunan dari tanaman ganja dapat digunakan sebagai pengobatan, lanjut Tobas, maka butuh pikiran terbuka untuk merumuskan perubahan kebijakan.
"Selama ini, ketika ada yang mengangkat isu tentang ganja untuk kebutuhan medis seringkali langsung mendapatkan stigma dan diberikan berbagai macam tuduhan," ungkap Tobas menyayangkan.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya