Dark/Light Mode

Perlu Pimpinan MPR yang Menyatukan Bangsa

Senin, 22 Juli 2019 22:09 WIB
Para pembicara dalam Diskusi Empat Pilar MPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/7). (Foto: Humas MPR)
Para pembicara dalam Diskusi Empat Pilar MPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/7). (Foto: Humas MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Fraksi Partai Partai Gerindra MPR, Fary Djemi Francis, menegaskan bahwa pimpinan MPR 2019-2024 harus bisa menjalankan visi besar negara sesuai cita-cita pendiri bangsa. Sebab, MPR adalah lembaga terhormat yang memposisikan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan politik.

“Tidak penting siapa dan dari partai apa yang menjadi pimpinan MPR. Yang jelas, visi besar dalam bernegara harus berjalan sesuai cita-cita pendiri bangsa,” kata Fary Djemi dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Musyawarah Mufakat untuk Pimpinan MPR”, di Media Center, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/7). 

Diskusi juga menghadirkan narasumber Anggota MPR dari Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno; Anggota MPR dari Fraksi PPP, Ahmad Baidowi; dan pemerhari politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno.

Fary berpendapat, kurang etis bila berbicara bagi-bagi kursi pimpinan MPR. Sebab, MPR adalah lembaga terhormat. MPR adalah lembaga yang menjaga marwah negara yaitu Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. 

“Bagi saya kurang etis berbicara bagi-bagi kursi pimpinan MPR. MPR tidak boleh berdiri hanya untuk satu golongan saja tapi harus menaungi semua unsur masyarakat,” jelasnya.

Baca juga : Lewat Ludruk, MPR Bangkitkan Semangat Persatuan

Menurut Fary, kontestasi Pilpres 2019 menawarkan gagasan Jokowi dan Prabowo. Gagasan dan pemikiran keduanya harus dikolaborasikan untuk kepentingan bangsa dan negara. “Alangkah lebih baik bila pemikiran Pak Jokowi tertuang di pemerintah, sementara pemikiran Pak Prabowo terjewantahkan di parlemen, dalam hal ini MPR,” imbuhnya. 

Fary menambahkan, makna rekonsiliasi bukanlah soal bagi-bagi kursi. Tetapi bagaimana caranya mengkolaborasi gagasan dan pemikiran dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang kemarin berkompetisi menjadi satu kekuatan, demi masa depan bangsa Indonesia.

Ke depan, lanjut Farry, MPR merupakan lembaga strategis untuk melihat persoalan bangsa, apalagi pasca kontestasi Pilpres yang telah membuat masyarakat terbelah. "Kita perlu pimpinan MPR yang menyatukan negara, menyatukan program strategis Pak Jokowi dan Pak Prabowo,” tambahnya.

Tidak jauh berbeda, Hendrawan Supratikno juga meminta fraksi-fraksi di MPR untuk mulai mewacanakan gagasan, konsep besar, yang akan dilakukan dan program strategis yang dikerjakan bila terpilih sebagai pimpinan MPR. “Dalam isu pimpinan MPR, PDI Perjuangan lebih mengedepankan program strategis untuk MPR periode 2019 – 2024,” ujarnya. 

Selain itu Hendrawan juga mendorong semua fraksi menyodorkan nama yang sesuai kriteria dan rekam jejak yang baik untuk pimpinan MPR agar mempermudah komunikasi politik. “Pimpinan MPR harus orang yang memahami konstitusi, sejarah evolusi dan ruh marwah Pancasila,” tuturnya.

Baca juga : Neymar Jr Belum Ada Yang Menawar

Hendrawan menyebutkan tiga kemungkinan dalam konstelasi pemilihan pimpinan MPR. Pertama, pimpinan MPR akan dipilih secara aklamasi atau musyawarah dan mufakat. Namun, untuk mencapai aklamasi tergantung pada figur ketua MPR. Dia mencontohkan figur Taufiq Kiemas yang terpilih sebagai ketua MPR secara aklamasi pada 2009. 

“Apakah kita punya figur seperti Taufiq Kiemas yang menjadi jembatan kebangsaan? Dilihat dari nama-nama yang beredar, sepertinya agak sulit untuk dilakukan secara aklamasi,” kata Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR.

Kedua, pemilihan pimpinan MPR dengan tiga paket. Dilihat dari jumlah fraksi dan kelompok DPD, kata Hendrawan, bisa muncul tiga paket pimpinan. Setiap paket pimpinan itu ada dua orang wakil dari DPD dan tiga orang dari parpol. “Tiga paket ini kemudian dipilih oleh anggota MPR,” ujarnya. 

Ketiga, paket tengah. Menurut Hendrawan, paket tengah ini disusun oleh parpol dengan prediktabilitas (kemungkinan) kemenangan yang jelas. Paket ini bisa diajukan urutan pertama sampai tiga pemenang pemilu, satu partai menengah dan ditambah DPD. Misalnya, PDI Perjuangan (128 kursi), Golkar (85 kursi), Gerindra (81 kursi), ditambah satu partai menengah, dan DPD (136 kursi).

“Jumlahnya sudah lebih dari 360 kursi (anggota MPR sebanyak 712 orang). Dengan demikian paket pimpinan MPR ini sudah pasti menang,” jelas Hendrawan.

Baca juga : KPK Minta Penikmat Aliran Dana RTH Bandung Kembalikan Uang

Ahmad Baidowi menyebutkan terbuka peluang pimpinan MPR dipilih secara aklamasi. Dalam hal ini DPD memainkan peran. Jika sulit mencari ketua MPR dari partai politik, maka pilihannya Ketua MPR dari DPD. “Jumlah kursi DPD sebesar 136 memiliki kekuatan tersendiri. Jumlah ini lebih besar dari anggota masing-masing fraksi yang ada di MPR,” katanya.

Kemungkinan tersebut, lanjut Ahmad Baidowi, bisa terjadi. “Namun dari pengalaman dalam pemilihan pimpinan MPR, komposisi yang menempatkan anggota DPD sebagai ketua MPR belum pernah berhasil,” ujarnya. [QAR]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.