Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Bertemu Yusril, Bamsoet Tegaskan PPHN Butuh Payung Hukum Kuat

Selasa, 20 September 2022 13:02 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kanan) bertemu pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra (Foto: Istimewa)
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kanan) bertemu pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo menemui pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra sebagai narasumber untuk memperkuat argumentasi disertasinya sebagai kandidat Doktor Studi Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad). Dalam studinya, Bamsoet, sapaan akrab Bambang, menyusun disertasi berjudul “Peranan dan Bentuk Hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai Payung Hukum Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan dalam rangka Menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas”.

Bamsoet mengungkapkan, Yusril menilai, kesinambungan pembangunan dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya, termasuk di daerah, memerlukan PPHN sebagai payung hukum pelaksanaan pembangunan berkesinambungan, serta bentuk hukumnya yang kuat agar tidak mudah dibatalkan. Bentuk hukum yang ideal untuk PPHN adalah TAP MPR. Sesuai dengan hirarki peraturan dan perundang-undangan yang menyebutkan, pertama adalah UUD 1945, kedua TAP MPR, dan ketiga UU atau Perppu.

Baca juga : Indonesia Butuh Payung Hukum

Berdasarkan pandangan Yusril, serta para pakar hukum tata negara lainnya yang pernah menjabat Hakim Ketua/Hakim Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi seperti Prof Jimly Asshiddiqie, Prof Maria Farida, dan Hamdan Zoelva, serta politisi senior Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman dalam acara Sarasehan tentang “Memperkuat Status Hukum Ketetapan MPR dan MPRS dalam Sistem Hukum Indonesia” di Gedung MPR tahun 2018, menegaskan bahwa MPR masih memiliki kewenangan membuat Ketetapan MPR (TAP MPR) yang bersifat penetapan (beschikking), bukan yang bersifat mengatur (regeling).

"Beliau-beliau memiliki kesamaan pandangan, TAP MPR yang bersifat penetapan (beschikking) yang bisa dikeluarkan MPR, misalnya, dalam Undang-Undang MD3 Pasal 39 Ayat 3, secara jelas dan tegas juga menyatakan bahwa MPR dapat membuat Ketetapan MPR, dalam hal MPR memutuskan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden (Pasal 39 Ayat 1) atau dalam hal MPR memutuskan tidak tidak memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden Pasal 39 Ayat 2," ujar Bamsoet, usai berdiskusi Yusril, untuk penelitian disertasi, di Jakarta, Selasa (20/9).

Baca juga : Bamsoet Tegaskan, Bentuk Hukum PPHN Berdasarkan Kehendak Rakyat

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, contoh lain MPR dapat mengeluarkan Ketetapan atau TAP MPR adalah Ketetapan MPR Nomor 1/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR tahun 1960 sampai tahun 2002 yang dikeluarkan setelah reformasi.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, selain terkait TAP MPR, Yusril dan Jimly juga mendukung agar Indonesia memiliki haluan negara, atau yang kini oleh MPR diberi nomenklatur PPHN. Sebagai pedoman pembangunan nasional yang sesuai dengan perkembangan zaman dalam menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0, Society 5.0, SDGs dan MDGs, serta menyongsong Indonesia Emas 2045. Sekaligus menjamin kesinambungan pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.

Baca juga : Bamsoet Tegaskan Perlunya Hargai Kemajemukan Sebagai Kekuatan Bangsa

Setelah mengkaji berbagai alternatif payung hukum PPHN, dalam penelitian disertasinya, Bamsoet menemukan konsep legislasi bentuk dan dasar hukum PPHN yang paling pragmatis dan progresif dengan pengembangan penerapan teori hukum transformatif dari Prof Ahmad M Ramly dan Teori Hukum Pembangunan Prof Mochtar Kusumaatmadja. Yaitu dalam bentuk konsensus melalui Konvensi Ketatanegaraan, yang dituangkan ke dalam TAP MPR dalam bentuk beschikking (tanpa perlu melakukan amandemen konstitusi).

“Isinya mengamanatkan dibuatnya Undang-Undang tentang PPHN yang bersifat lex specialis (bersifat khusus). Sehingga untuk mengubah atau membatalkannya juga harus melalui konvensi ketatanegaraan kembali yang melibatkan seluruh lembaga tinggi negara yang diatur dalam UUD NRI 1945. Mengapa? Karena jika hanya diatur dengan Undang-Undang biasa, rawan 'ditorpedo' Perppu maupun di-judicial review ke Mahkamah Konstitusi," pungkas Bamsoet.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.