Dark/Light Mode

FGD Haluan Negara di Lemhanas, Bamsoet Tegaskan Pentingnya PPHN

Senin, 28 Agustus 2023 19:56 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kanan) dalam FGD Konstitusionalitas Haluan Negara Guna Menjaga Kesinambungan Pembangunan Nasional, yang diselenggarakan Lemhanas, di Jakarta, Senin (28/8). (Foto: Dok. MPR)
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kanan) dalam FGD Konstitusionalitas Haluan Negara Guna Menjaga Kesinambungan Pembangunan Nasional, yang diselenggarakan Lemhanas, di Jakarta, Senin (28/8). (Foto: Dok. MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo mengungkapkan, gagasan menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) tidak hadir dari ruang hampa dan tanpa konteks, atau sekedar 'kegenitan' untuk menghadirkan romantisme masa lalu. Gagasan tersebut justru mengemuka setelah MPR menerima aspirasi berbagai elemen masyarakat, baik forum akademis seperti Forum Rektor dan LIPI, organisasi kemasyarakatan, organisasi kepemudaan, sampai organisasi keagamaan.

Politisi yang akrab disapa Bamsoet ini menyatakan, tanpa haluan negara, kapal besar Indonesia akan terombang-ambing di tengah gelombang dinamika zaman. Berbagai negara menjadi hebat karena memiliki haluan negara. China misalnya, pada periode tahun 1970/1980-an sudah memiliki rencana pembangunan hingga tahun 2050, yakni pada saat usia kemerdekaan China memasuki usia ke-100 tahun.

Kata Bamsoet, sasaran pembangunan China terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama mewujudkan masyarakat China yang sejahtera. Tahap kedua China menjadi negara maju. Tahap ketiga China menjadi negara modern.

Baca juga : Gus Nusantara Ganjar Ngaji Bareng Lintas Komunitas, Dari Mobil Hingga Pecinta Hewan

"Tiga tahap tersebut memakan waktu 100 tahun dari mulai kemerdekaan Tiongkok pada 1 Oktober 1949 hingga perayaan ulang tahun ke-100 pada 1 Oktober 2050," ujar Bamsoet, dalam Focus Group Discussion (FGD) Konstitusionalitas Haluan Negara Guna Menjaga Kesinambungan Pembangunan Nasional, yang diselenggarakan Lemhanas, di Jakarta, Senin (28/8).

FGD ini turut hadir antara lain Ketua DPD LaNyalla Mahmud Mattalitti, Gubenur Lemhanas Andi Widjajanto, Sekretaris Utama Lemhannas Komjen Rudy Sufahriadi, Anggota DPD sekaligus Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Prof Jimly Asshiddiqie, Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta Prof Saiful Mujani, serta Tenaga Profesional bidang Politik Lemhanas Prof Ikrar Nusa Bhakti.

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, kewenangan MPR merumuskan PPHN tidak akan melemahkan esensi presidensialisme, atau membatasi otoritas pemerintah dalam ruang presidensiil. Bangsa Indonesia tetap akan menegakkan prinsip presidensialisme, dengan eksekutif dan legislatif sama-sama memperoleh mandat langsung dari rakyat, dan bekerja dalam prinsip checks and balances.

Baca juga : Soal Angkatan Siber, Bamsoet Dukung Usulan Gubernur Lemhanas

Bamsoet menerangkan, MPR bertugas merumuskan arah jangka panjang dan strategis. Sedangkan eksekutif merumuskan visi dan misi yang akan menjadi landasan bekerja selama masa jabatannya.

"Visi dan misi eksekutif itu punya ruang yang sangat leluasa, sejauh berada dalam kerangka strategis yang terumuskan dalam PPHN. Cara seperti ini akan meningkatkan koherensi strategis dalam prinsip-prinsip kebijakan negara, sambil tetap mempertahankan otonomi presiden dalam mengembangkan rencana kerja dan pembangunan selama masa jabatannya," jelas Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI ini menerangkan, tanpa adanya rujukan pembangunan jangka panjang yang bisa memandu dan mengikat, berbagai program pembangunan yang membutuhkan jangka waktu panjang 10 hingga 20 tahun bisa saja mangkrak. Karena, tidak dilanjutkan presiden pengganti.

Baca juga : Bamsoet Tegaskan Pentingnya PPHN Sebagai Bintang Pengarah Pembangunan

"Potensi tersebut bisa saja terjadi dalam pembangunan IKN Nusantara yang hanya didasarkan pada UU, sangat rawan 'ditorpedo' oleh Perppu maupun di-judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Sekaligus tidak memberikan jaminan bahwa pemerintahan periode berikutnya, akan meneruskan kebijakan pembangunan IKN Nusantara," terang Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, jika menghadirkan PPHN melalui amandemen terhadap konstitusi dirasakan bisa menimbulkan kegaduhan politik, maka bisa dilakukan terobosan dan pembaharuan hukum dengan menghadirkan PPHN tanpa amandemen. Yakni melalui konvensi ketatanegaraan dengan menyesuaikan beberapa peraturan perundang-undangan. Karenanya, diperlukan konsensus nasional untuk menyelenggarakan konvensi ketatanegaraan yang melibatkan delapan lembaga tinggi negara, termasuk lembaga kepresidenan.

"Jika sepakat melakukan konvensi, perlu dibentuk dan disusun substansinya. Konvensi ini kemudian dikuatkan dengan Tap MPR. Saat ini MPR masih memiliki kewenangan Tap MPR yang sifatnya keputusan (beschikking). Lebih baik lagi jika penjelasan Pasal 7 ayat 1 huruf b pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 ditiadakan atau dihapus, sehingga kekuatan Tap MPR yang bersifat regeling atau pengaturan, bisa hidup kembali," pungkas Bamsoet.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.