Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

MPR: Kekerasan pada Anak Sudah Lampu Merah

Jumat, 13 Maret 2020 17:16 WIB
Diskusi Empat Pilar bertema “Marak Kekerasan pada Anak, Ancaman Bagi Generasi Penerus Bangsa?” di Media Center MPR/DPR, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (13/3). (Foto: Humas MPR)
Diskusi Empat Pilar bertema “Marak Kekerasan pada Anak, Ancaman Bagi Generasi Penerus Bangsa?” di Media Center MPR/DPR, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (13/3). (Foto: Humas MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kekerasan terhadap anak menunjukkan tren yang terus meningkat. Untuk mengurangi kekerasan ini, dibutuhkan peran semua pihak. Bukan hanya orang tua. Tetapi juga sekolah, masyarakat, pemerintah, dan tentunya lingkungan terdekat anak.      

“Ini (kekerasan pada anak) sudah lampu merah bagi bangsa ini. Kita tidak boleh saling menyalahkan. Kita semua, pemerintah, masyarakat, dunia usaha, harus bergandengan tangan dan bersatu padu untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap anak secara bersama-sama,” kata Yandri Susanto, anggota MPR dari Fraksi PAN, dalam Diskusi Empat Pilar bertema “Marak Kekerasan pada Anak, Ancaman Bagi Generasi Penerus Bangsa?” di Media Center MPR/DPR, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (13/3). Diskusi ini juga menghadirkan anggota Fraksi Partai Golkar MPR Dyah Roro Esti dan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto.      

Yandri melihat, belum ada keseriusan secara maksimal dari berbagai pihak untuk mengatasi kekerasan pada anak. “Kepeduliannya masih kurang karena mungkin menganggap kekerasan pada anak sebagai hal yang biasa. Padahal, kekerasan pada anak ibarat api dalam sekam. Sangat mengerikan. Kalau tidak diatasi, bagaimana nasib bangsa ini? Bagaimana nasib bangsa ini jika generasi sekarang sudah banyak yang menjadi korban narkoba, kekerasan seksual, menjadi pekerja seks, dan sebagainya,” papar Ketua Komisi VIII DPR ini.      

Baca juga : Banyak Hoaks, Sri Mul Minta Anak Buahnya Melawan

Yandri memberi contoh anggaran KPAI dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang terbilang masih kurang. “Karena itu masalah kekerasan pada anak bukan salah pemerintah, bukan salah DPR. Sebagai Ketua Komisi VIII saya berjanji berapa pun anggaran yang diperlukan kita penuhi asal sesuai dengan tujuan. Komitmen DPR tidak perlu diragukan dari sisi regulasi dan anggaran,” tegasnya.      

Jika anggaran terbatas, Yandri mengusulkan untuk melibatkan pihak swasta atau dunia usaha dalam program mengurangi kekerasan pada anak. Dana CSR dari dunia usaha yang cukup besar bisa digunakan untuk program anak.         

“Anak adalah masa depan bangsa. Saya berharap pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan kita semua bergandengan tangan dan saling bahu membahu untuk mengatasi kekerasan pada anak secara bersama-sama,” harap Yandri.       

Baca juga : Wamen PUPR Keluhkan Pembangunan Di Daerah Lambat

Anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar, Dyah Roro Esti, mengungkapkan 50 persen anak di dunia yang berusia 2-12 tahun atau sekitar 1 miliar anak mengalami kekerasan fisik secara seksual maupun emosional. Untuk Indonesia, UNICEF pada 2015 menyatakan anak pada usia 13-15 melaporkan pernah diserang secara fisik, 26 persen pernah mendapatkan hukuman fisik dari orang tua, dan 50 persen mengaku di-bully di sekolah. “Lingkungan di rumah, di sekolah, dan pergaulan bisa memacu adanya kekerasan pada anak,” katanya.      

Dyah Roro Esti juga sepakat dengan Yandri bahwa dibutuhkan peran semua pihak, bukan hanya orang tua tetapi juga sekolah, dan masyarakat, serta pemerintah untuk mengatasi kekerasan pada anak terutama lingkungan terdekat anak. “Untuk mencegah atau mengurangi kekerasan pada anak bisa dilakukan melalui good parenting, menciptakan lingkungan yang ramah di sekolah-sekolah, dan social media. Aktivitas media sosial anak perlu dimonitor dan diawasi apakah media sosial digunakan anak untuk hal-hal yang positif,” jelasnya.  

Ketua KPAI Susanto memaparkan data KPAI. Di 2019 terdapat 4.369 kasus kekerasan pada anak. Kasus ini variatif, yaitu anak berhadapan dengan hukum misalnya anak sebagai pelaku, saksi, dan korban; kasus rebutan pengasuhan anak; kasus pornografi dan cyber crime. “Trennya sejak KPAI berdiri 2004 sampai sekarang atau sekitar 16 tahun, anak berhadap dengan hukum paling tinggi kasusnya seperti pelaku bully, asusila, pencurian maupun yang lain,” ungkapnya.       

Baca juga : KPK Tak Temukan Nurhadi Di Rumah Mertuanya

Susanto berharap, upaya proteksi dan penanganan terhadap kasus serta rehabilitasi harus semakin massif dikembangkan di daerah-daerah. “Era otonomi daerah penting dikembangkan desa ramah anak, kelurahan ramah anak. Desa dan kelurahan ini menjadi ujung tombak mewujudkan Indonesia yang ramah anak,” ujarnya. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.