Dark/Light Mode

Perppu Keuangan Negara Tabrak UUD?

Jumat, 24 April 2020 02:25 WIB
Ketua Komite I DPD RI Agustin Teras Narang
Ketua Komite I DPD RI Agustin Teras Narang

RM.id  Rakyat Merdeka - Komite I DPD memahami bahwa pandemi virus corona merupakan bencana Indonesia dan bahkan dunia yang mengancam jiwa manusia. Karenanya, diperlukan adanya penangan yang serius dan masif dari pemerintah.

Menurut Ketua Komite I DPD RI Agustin Teras Narang melalui keterangan tertulisnya yang diterima wartawan, Kamis (23/4) dilihat dari substansinya, materi yang diatur dalam Perppu No. 1 Tahun 2020 tersebut mengandung 3 (tiga) hal sekaligus. Yaitu penanganan Pandemi Covid 19; kebijakan keuangan negara; dan stabilitas sistem keuangan negara.

“Namun perlu diingat, hakikat keuangan negara adalah kedaulatan rakyat. Rakyat merupakan pemilik dari setiap rupiah dari anggaran negara, sehingga rakyat perlu mengetahui dan/atau menyetujui terhadap sumber pendapatan dan pengalokasian anggaran. Dan dalam sistem demokrasi, persetujuan ini dilakukan melalui wakil rakyat yang ada di DPR/DPD sebagaimana yang diamanatkan Pasal 23 UUD Tahun 1945,” tegasnya.

Baca juga : Bamsoet Berikan Bantuan Kemanusiaan ke Keluarga Terdampak Covid-19

Hal ini, lanjut mantan Gubernur Kalimantan Tengah itu, tentu saja menjadi concern DPD, karena khawatir Perppu ini akan bertentangan dengan sendi-sendi konstitusi dari diatur dalam UUD. Terutama apa yang telah diatur dalam Bab I (Ruang Lingkup) dan Bab II (Kebijakan Keuangan Negara) Perppu No. 1 Tahun 2020.

“Secara spesifik, ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, 2, dan 3 Perppu No. 1 Tahun 2020 mengatur tentang pemberian kewenangan kepada Pemerintah untuk dapat menentukan batas defisit anggaran di atas 3 persen terhadap UU APBN sampai dengan Tahun 2022,” sebut dia.

Namun, lanjut Teras Narang, ini bertentangan dengan makna periodisasi pembahasan dan penetapan UU APBN sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 23 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, dengan dasar pemikiran: Pertama, Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, 2, dan 3 Perppu No. 1 Tahun 2020 tidak menentukan batas maksimal prosentase Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga membuka peluang bagi pemerintah menentukan prosentase PDB terhadap defisit anggaran tanpa batasan. Dan hal ini dapat berimplikasi pada membesarnya Pos Pembiayaan APBN, termasuk meningkatkan jumlah rasio utang (baik dalam/luar negeri).

Baca juga : Perut Kenyang

Kedua, PDB tanpa batas maksimal ini berlaku sampai dengan Tahun Anggaran 2022, artinya ketentuan ini mengikat 3 (tiga) UU APBN sekaligus (UU APBN TA 2020, UU APBN TA 2021, dan UU APBN TA 2022). Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, yang menentukan bahwa APBN ditetapkan setiap tahun.

“Sebagaimana diketahui bahwa UU APBN 2021 dan 2022 belum ada produk hukumnya, sehingga penetapan APBN setiap tahun menjadi kehilangan makna, manakala selisih antara pendapatan dan belanja dibuat terbuka tanpa batas maksimal dan menjangkau 2 (dua) masa penetapan APBN sekaligus,” jelasnya.
Untuk itu, Komite I DPD berpendapat bahwa dalam upaya penanganan wabah corona, tak perlu merubah rezim kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan melalui APBN. 

Dalam rezim keuangan negara telah disediakan 2 mekanisme luar biasa dalam pelaksanaan APBN dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat, dalam hal menetukan kebijakan anggaran/keuangan negara.

Baca juga : MPR Dukung Pejabat Negara Nggak Dapat THR

Pertama, melalui skema APBN, dimana jika terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d UU Keuangan Negara, Pemerintah dapat melakukan Perubahan UU APBN dalam tahun berjalan dengan meminta persetujuan DPR.

Kedua, dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan pergeseran anggaran, termasuk melakukan belanja (pengeluaran) untuk keperluan yang tidak ada pagu anggarannya dalam UU APBN dalam periode yang sedang berjalan.

“Belanja dalam keadaan darurat ini dapat dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan DPR terlebih dahulu, dengan ketentuan dipersyaratkan adanya keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa atau keutuhan negara. Persetujuan DPR dapat dimintakan setelah realisasi anggaran dilakukan, untuk kemudian dituangkan dalam UU APBN Perubahan dan/atau dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran,” pungkas Teras Narang. [KRS]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.