Dark/Light Mode

Perusahaan Rokok Asing Bayar Cukai Rendah

Komisi XI : Kebijakan Penggabungan Volume Produksi Rokok SKM & SPM Harus Dilanjutkan

Senin, 11 Februari 2019 13:29 WIB
Kebijakan penggabungan volume produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) diyakini akan menghindarkan negara dari kebocoran penerimaan cukai tembakau. (Foto : istimewa)
Kebijakan penggabungan volume produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) diyakini akan menghindarkan negara dari kebocoran penerimaan cukai tembakau. (Foto : istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi XI DPR berharap, Pemerintah melanjutkan kebijakan penggabungan volume produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) pada 2019 ini. Penggabungan kedua segmen tersebut diyakini akan menghindarkan negara dari kebocoran penerimaan cukai tembakau.

Anggota Komisi XI DPR Indah Kurnia memastikan, penggabungan SKM dan SPM akan memaksimalkan penerimaan negara dari cukai. Selain itu, penggabungan ini juga akan menghentikan praktik penghindaran pajak pabrikan rokok asing, yang saat ini masih menikmati tarif cukai murah. Kebijakan itu juga akan melindungi pabrikan rokok kecil dari persaingan harga dengan pabrikan asing.

Baca juga : Tidak Ada Jaminan Impor Turunkan Harga Jagung

“Salah satu isi dari PMK (Peraturan Menteri Keuangan) Nomor 146/2017 adalah penggabungan batas produksi untuk SKM dan SPM. Ini tentunya akan menciptakan persaingan yang lebih sehat, yaitu pabrikan kecil tidak perlu bersaing dengan pabrikan besar asing,” kata politisi perempuan PDIP ini.

Dalam PMK 146/2017, dijabarkan rencana pengurangan jumlah tarif cukai, dari 10 layer menuju 8 layer di 2019. Terdapat juga ketentuan untuk menggabungkan jumlah produksi SKM dan SPM apabila diproduksi perusahaan sama.

Baca juga : Misbakhun: Jokowi Kelola Anggaran Dengan Transparan

Setiap pabrik rokok yang memproduksi rokok mesin jenis SKM, SPM, atau gabungan keduanya dengan jumlah lebih dari 3 miliar batang, wajib membayar tarif cukai tertinggi di setiap jenisnya. Hal ini bertujuan menutup peluang perusahaan besar memanfaatkan batasan produksi untuk membayar cukai yang lebih rendah.

Kenyataannya, sampai sekarang, beberapa pabrikan asing besar masih menikmati cukai murah untuk jenis rokok yang diproduksi. Padahal, secara total, mereka sudah memproduksi rokok buatan mesin lebih dari 3 miliar batang.

Baca juga : Ketua DPR Ajak Warga Biasakan Hidup Sehat

Anggota Komisi XI Amir Uskara menyatakan, penggabungan SKM dan SPM harus tetap direalisasikan. Politisi PPP ini tidak ingin pabrikan besar asing terus menikmati tarif cukai murah. Penundaan penggabungan justru akan menyulitkan pabrikan rokok kecil. “Kenapa kebijakan yang baru berjalan setahun diubah? Jelas- jelas kebijakan tersebut untuk melindungi pabrikan kecil,” tegasnya.

Desember lalu, Kementerian Keuangan, mengeluarkan PMK Nomorn156/2018 tentang Tarif Cukai Tembakau. Dalam beleid tersebut, Kemenkeu menghapus Bab IV pada PMK 146/2017, yang mengatur penggabungan batas produksi SKM dan SPM. [FAZ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :