Dark/Light Mode

Terkait Covid-19, HNW Minta Komnas HAM Tak Tendensius Terhadap Umat Islam

Selasa, 12 Mei 2020 20:18 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (Foto: Istimewa)
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengkritisi survei yang dilakukan Komnas HAM. Survei itu dinilai tendensius terhadap umat Islam, karena menyertakan opsi sanksi sosial atau denda bagi umat Islam yang berjamaah di masjid pada bulan Ramadhan. Di tengah pemberlakuan PSBB. 

"Survey tersebut sangat tendensius. Ini melanjutkan pola Islamophobia, dan ketidakadilan terhadap umat Islam di Indonesia," ujar politikus yang akrab disapa HNW.

"Sebelum akhirnya sampai ke Indonesia, virus tersebut sudah menyebar di Eropa, AS dan negara-negara lain. Dalam  konteks Indonesia, penyebaran pertamanya tidak terkait dengan komunitas umat Islam maupun masjid," imbuhnya.

HNW menegaskan, Komnas HAM harusnya menghormati umat Islam, berlaku adil, dan tidak berlaku tendensius. Jangan melanjutkan pola Islamophobia dengan hanya mensurvei Umat Islam, dan menanyakan sanksi bagi umat muslim yang tetap beribadah di masjid.

Baca juga : Dampak Covid-19, Awas Koperasi Makin Banyak Yang Tumbang

Namun tidak menanyakan sanksi bagi komunitas agama dan profesi lainnya, kalau mereka tidak melaksanakan aturan terkait Covid-19.

"Faktanya, penyebaran Covid-19 tidak membedakan latar agama dan profesi," kata HNW.

Agar fair dan adil, HNW mengimbau Komnas HAM agar merujuk pada aturan PSBB dalam Pasal 13 Permenkes 9/2020, sebelum membuat survei.

Menurutnya, pembatasan sosial bukan hanya di masjid. Tetapi juga harus dilakukan untuk setiap kegiatan keagamaan, fasilitas umum, sosial budaya, dan aktivitas moda transportasi.

Baca juga : Efek Pandemi Covid-19, Permintaan Nanas Banasari Makin Meningkat

"Tidak adil dan tidak menjadi solusi, jika Komnas HAM berlaku diskriminatif, dan tendensius dengan  hanya menanyakan sanksi untuk umat Islam yang masih beribadah di masjid. Sebab, ada juga kegiatan lain, yang menjadi klaster awal penyebaran Covid-19," tandas HNW.

Seperti diketahui, klaster awal penyebaran Covid-19 memang ada yang bermula dari kegiatan keagamaan, dan juga non keagamaan. Yang non keagamaan, misalnya kegiatan Musyawarah Daerah HIPMI Jawa Barat di Karawang pada 9 Maret lalu,  dan aktivitas pabrik rokok Sampoerna di Surabaya. Di sana terdapat 65 orang karyawan yang positif Covid-19.

Yang terbaru, penyebaran Covid-19 di KRL Commuterline. Sehingga, lima kepala daerah Bodebek meminta KRL setop beroperasi.

"Kita ingin semua umat beragama, seluruh   profesi dan semua pihak berdisiplin, melaksanakan protokol Covid-19. Sehingga, semuanya sehat dan  selamat dari Corona. Bila mereka melanggar aturan, maka aturan harus ditegakkan secara adil. Jangan tendensius, tebang pilih dan diskriminatif," papar HNW.

Baca juga : Gegara Covid, Ribuan Koperasi Megap megap

"Setop berlaku tak adil. Jangan mem-framing umat Islam dan masjid seolah-olah sebagai satu-satunya pihak yang tak taat aturan. Sehingga, layak diberikan sanksi. Dan hanya mereka yang merupakan klaster penyebar Covid-19. Sebab, hak tersebut hanya menghadirkan kegaduhan serta kegelisahan yang bisa menggerus imunitas umat, sehingga  rentan tertular Covid-19," jelasnya.

Sebagaimana diketahui, Komnas HAM mengadakan survei daring pada 29 April-4 Mei 2020. Di antara hasilnya, 99 persen responden memahami risiko berjamaah di tempat ibadah,  95 persen responden mematuhi himbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk beribadah di rumah.

Sementara 70,8 persen responden menyatakan, perlu ada sanksi terhadap umat Islam, yang tetap beribadah di rumah ibadah selama bulan Ramadhan. [QAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.