Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

DPR Sebut Peran PT Pos Strategi dalam Ekosistem Logistik Nasional

Kamis, 1 Oktober 2020 15:55 WIB
Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty menilai, peran BUMN bidang logistik, khususnya PT Pos Indonesia, sangat penting dalam penataan National Logistic Ecosystem (NLE) atau Ekosistem Logistik Nasional (Ekolognas). Karena itu, penataan menyeluruh logistik nasional dan dukungan perundang-undangan sangat dibutuhkan.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini menyebut, keberadaan PT Pos Indonesia sangat penting. PT Pos mempunyai jaringan yang sangat luas hingga 4.800 kantor pos. Jumlah titik layanan (point of sales) mencapai 58.700 dalam bentuk kantor pos, agen pos, Mobile Postal Service, gudang, armada angkutan, dan lain lain.

“Saat ini, seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) dan kepala daerah bersinergi menata logistik nasional melalui National Logistic Ecosystem. Tapi, kita belum melihat seperti apa posisi PT Pos Indonesia ke dalam ekosistem ini. Padahal, PT Pos Indonesia punya kekuatan strategis. Minimal, misalnya dia menjadi leading sector dalam rangka mengintegrasikan logistik untuk BUMN maupun pemerintahan. Itu saja sudah memberikan manfaat yang sangat signifikan untuk menghindari biaya tinggi karena sama sama investasi di pergudangan, transportasi, sistem teknologi informasi, dan lain-lain,” kata Evita, Kamis (1/10).

Baca juga : Komisi VI DPR Minta Pemerintah Fokus Rem Penyebaran Covid-19 dan Perluas Tes

NLE diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2020. Menurut Evita, NLE memang sangat membutuhkan adanya integrasi komitmen K/L dan kepala daerah. Tapi, yang jauh lebih penting adalah bagaimana peran masing-masing yang kemudian diatur dan bagaimana kepatuhan untuk mengikuti target waktu yang ditetapkan. Apalagi biaya logistik Indonesia masih tergolong tinggi dibanding negara ASEAN lainnya.

”Peran yang lebih luas dari entitas bisnis logistik belum kelihatan, sehingga semua pihak menebak-nebak sendiri. Kita harapkan adanya penataan yang menyeluruh. Apalagi namanya Inpres kan instruksi presiden kepada kementerian/lembaga dan gubernur, dan kebetulan tidak ada instruksi untuk Kementerian BUMN. Kita berharap pemerintah sudah memiliki solusi bagi integrasi logistik minimal untuk BUMN," kata Evita.

Dalam NLE, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dalam hal ini Ditjen Bea Cukai, menjadi sektor terdepan. Sebenarnya, menurut Evita, hal itu tidak masalah. Karena mungkin cara pandang logistik Indonesia adalah dari titik datang dan keluar barang. Namun, intinya adalah bagaimana menciptakan efisiensi biaya dan waktu bagi para pengguna, serta bagaimana mengatur keterlibatan para stakeholder yang ada.

Baca juga : Pemerintah Bantu Dong Bisnis Media Dan Jurnalis

UU Sistem Logistik Nasional
NLE adalah ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen international sejak kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang. NLE berorientasi pada kerja sama antarinstansi pemerintah dan swasta, melalui pertukaran data, simplifikasi proses, penghapusan repetisi dan duplikasi, serta didukung sistem teknologi informasi yang mencakup seluruh proses logistik terkait dan menghubungkan sistem-sistem logistik yang telah ada.

Menurut Evita, karena sangat luasnya bidang yang ditangani dan banyaknya sektor yang terlibat, dibutuhkan payung hukum yang lebih kuat. Tidak lagi sekadar Perpres atau Inpres. Tapi harus berupa Undang-Undang Sistem Logistik Nasional.

“Saya sepakat jika logistik ini diatur dalam Undang-Undang tersendiri, mungkin sebagai payung dari Undang-Undang yang ada. Ini urusan yang sangat besar dan kunci dari upaya peningkatan investasi dan daya saing ekonomi. Apalagi Perpres Nomor 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sislognas sudah tidak up to date lagi dengan perkembangan baru yang sangat cepat,” ujar Evita.

Baca juga : Ketua DPR Minta Peserta Pilkada Tak Mobilisasi Massa Saat Kampanye

Selama ini, lanjutnya, terdapat sejumlah peraturan yang mengatur logistik seperti Perpres Nomor 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Perpres Nomor 48/2014 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, dan Perpres Nomor 74/2017 tentang Road Map e-Commerce 2017-2019. Hal ini karena ada kesamaan urgensi terkait peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan Indonesia National Single Window (INSW) dalam Sislognas berperan sebagai penyedia e-Logistik Nasional (e-Lognas).

Belum lagi kaitannya  dengan UU Nomor 23/2007 tentang Perkeretaapian, UU Nomor 17/2008 tentang Pelayaran, UU Nomor 1/2009 tentang Penerbangan, dan UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Jadi, kita usulkan penataan logistik secara menyeluruh, bukan sepotong-sepotong,” sambung Evita. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.