Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Hanya PKS Dan Demokrat Yang Bisa Melawan

DPR Dan Pemerintah Lagi Mesra-mesranya

Senin, 8 Februari 2021 07:16 WIB
Gedung DPR (Foto: Istimewa)
Gedung DPR (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu di DPR sepertinya akan tutup buku. Mayoritas fraksi di DPR setuju dengan sikap Pemerintah, untuk tidak mengutak-atik UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan menormalisasi Pilkada di 2022 dan 2023. DPR dan pemerintah lagi mesra-mesranya. Hanya PKS dan Demokrat, yang menjadi minoritas, yang masih berusaha melawan.

Isu RUU Pemilu, termasuk soal normalisasi Pilkada, hanya bertahan sekitar 2 pekan. Awalnya, isu ini cukup panas. PKS dan Demokrat punya dua teman untuk menggolkan RUU itu. Yaitu Partai Golkar dan NasDem. Totalnya, ada 4 fraksi. Yang menolak RUU ini juga ada 4 fraksi, yaitu PDIP, PKB, PPP, dan PAN. Sedangkan Gerindra, saat itu masih abstain.

Belum berjalan sepekan, Golkar berubah sikap menolak RUU itu. kemudian, disusul Gerindra yang menyatakan sikap ikut dengan koalisi pemerintah. Yang teranyar, NasDem juga balik badan, setuju dengan pemerintah. Kini, jumlah yang menolak 7 fraksi, sedangkan yang mendorong RUU itu tinggal 2 fraksi.

Baca juga : Demokrat Tegaskan Tidak Melawan Negara

Meski kondisinya begitu, PKS terlihat masih pede. Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mengklaim, semua fraksi di Komisi II DPR sudah setuju dengan RUU Pemilu. Saat ini, draf RUU itu sudah masuk di Badan Legislasi (Baleg) untuk diharmonisasi dan disinkronisasi. 

“Semua fraksi melihat urgensi dari revisi tersebut. Sejumlah isu seksi bakal dibahas. Antara lain ambang batas parlemen, ambang batas presiden, alokasi kursi, keserentakan Pemilu hingga perbaikan rekapitulasi yang lebih baik. Tak kalah penting, desain Pemilu yang mencegah keterbelahan seperti pengalaman Pemilu 2019," ucap anggota Komisi I DPR itu, kemarin. 

Dia pun terus berusaha agar Pilkada dapat digelar pada 2022 dan 2023. Alasannya, agar ada kepala daerah definitif, sehingga upaya melawan Covid-19 bisa lebih baik. Sedangkan, jika Pilkada digelar pada 2024, sebagian besar daerah akan dipimpin oleh Penjabat (Pj). 

Baca juga : Demokrat Tolak Wacana Pilkada Dan Pemilu Serentak

Dia menambahkan, jika Pilkada dilaksanakan di 2024, beban ekonomi, sosial, dan politik menjadi sangat berat. "Waktu Pilpres dan Pileg jadi satu saja sudah sangat berat bagi penyelenggara hingga menimbulkan banyak korban jiwa. Apalagi ini akan ditambah dengan pilkada serentak," paparnya.

Sikap Demokrat juga masih sama, menyetujui ketentuan dalam draf RUU Pemilu. "Demokrat setuju normalisasi penyelenggaraan Pilkada 2022 dan 2023 dalam RUU Pemilu, termasuk di dalamnya Pilkada DKI 2022," kata Kepala Badan Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra.

Dia menjelaskan, masyarakat perlu mengetahui rekam jejak calon kepala daerah sebelum memutuskan pilihan. Nah, jika pelaksanaan Pilkada berdekatan dengan Pilpres, masyarakat akan kehilangan momentum melihat visi misi kandidat. "Tahun lalu Pileg tenggelam oleh Pilpres. Begitu pun nanti nasib Pilkada," prediksinya, jika Pilkada dan Pilpres digabung.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.