Dark/Light Mode

Aparat Kudu Bertindak Tegas

Kegiatan Perusakan Hutan Sudah Mirip Eko Terorisme

Kamis, 18 Februari 2021 06:57 WIB
Anggota Komisi IV DPR Haeruddin (Foto: Net)
Anggota Komisi IV DPR Haeruddin (Foto: Net)

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan meminta Pemerintah menindak tegas perusak hutan yang menyebabkan fungsi hutan hilang. Setiap kegiatan merusak lingkungan sama artinya dengan aksi eko terorisme yang tidak dapat ditolerir

Anggota Komisi IV DPR Haeruddin bilang, upaya deforestasi atau kegiatan yang mengubah fungsi hutan masih terus berlanjut. Setiap tahunnya Indonesia rata-rata kehilangan setidaknya 600 ribu hektare hutan akibat penebangan hutan tanpa izin.

“Kami minta komitmen Pemerintah dalam menahan laju deforestasi. Menahan laju deforestasi adalah niat Pemerintah bersama jajaran untuk melawan eko terorisme. Terorisme terhadap lingkungan hidup,” tegas Haeruddin di Gedung Parlemen, Jakarta, belum lama ini.

Dia berharap, izin yang hendak dikeluarkan Pemerintah melihat kepentingan dan dampak yang diterima bagi masyarakat sekitar. Kepentingan masyarakat harus dibela.

Baca juga : Akomodir Aspirasi Masyarakat, Bobby Dukung Jika Pemerintah Mau Revisi UU ITE

“Jangan kepentingan pengusahanya yang didahulukan, rakyatnya kesusahan. Mudah-mudahan ke depan ada perbaikan yang tetap berpihak pada rakyat,” harapnya.

Haeruddin mewanti-wanti setiap kegiatan pengusahaan hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan kudu ditindak.

“Jangan pengusaha kecil diobrak-abrik, pengusaha besar tenang-tenang saja. Nggak boleh. Nanti kita bisa dipermalukan sama rakyat kita sendiri,” tambah dia.

Sementara, Direktur Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara LM Bariun menyayangkan maraknya kegiatan penambangan ilegal di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Penambangan ilegal itu sudah terjadi sejak lama dan dilakukan oleh pengusaha tambang nakal hanya untuk pemenuhan permintaan kontrak.

Baca juga : Komisi Hukum DPR Sambut Positif Ajakan Presiden Revisi UU ITE

Bariun mengatakan, sebenarnya Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral Sultra sudah melakukan penertiban Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah. Namun sayangnya, pengawasan tak maksimal dan penegakan hukum tak jalan.

“Ini sudah sering sering diteriakkan mahasiswa selaku pihak pengontrol. Dari pertambangan ini, pemangku kepentingan, kurang dan sensitivitas tidak ada. Ini merugikan daerah,” katanya.

Dia lalu menyoroti upaya penegakan hukum oleh aparat dalam penertiban operasi tambang Nikel yang terjadi di Desa Waturabahaa, Kecamatan Laloso, Konawe Utara. Ada pun praktik penambangan liar ini terjadi di lahan seluas 130 hektare dengan pengoperasian kurang lebih 70 truk dan alat berat.

Aparat mengamankan sekitar 45 eskavator yang beroperasi di hutan yang diketahui tanpa memiliki izin tambang, izin lingkungan, izin produksi, dan tanpa izin pinjam pakai hutan.

Baca juga : TB Hasanuddin Sebut Tak Ada Pasal Karet dalam UU ITE

Dia pun heran perusahaan tambang bisa beroperasi ilegal di wilayah tersebut.

“Lucunya semua pihak teriak soal penghentian tambang. Tapi di lapangan jalan. Harus ada komitmen dari semua pihak. Ini selain melanggar hukum, merugikan daerah. Tidak patuh pada aturan, tak lari ke kantong daerah, melainkan ke kantong ilegal,” katanya.  [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.