Dark/Light Mode

Bamsoet Dorong KPK-Kadin Bangun Whistleblowing System

Senin, 29 Maret 2021 13:28 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kedua kiri) dalam pertemuan antara Pimpinan KPK dan Kadin Indonesia, di Jakarta, Senin (29/3). (Foto: Dok. MPR)
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kedua kiri) dalam pertemuan antara Pimpinan KPK dan Kadin Indonesia, di Jakarta, Senin (29/3). (Foto: Dok. MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia membangun whistleblowing system untuk memudahkan pengelolaan laporan, khususnya terhadap saksi tindak pidana korupsi yang berasal dari korporasi. Sesuai Pasal 4 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi, korporasi dapat dipidana bila memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana yang dilakukan untuk kepentingan korporasi.

"Melalui whistleblowing system, para saksi yang melaporkan praktik korupsi di korporasi bisa mendapat perlindungan hukum. Selain membangun whistleblowing system sebagai bagian dari upaya penindakan, KPK bersama Kadin Indonesia juga sepakat untuk terus menguatkan kerjasama dalam upaya pencegahan terjadinya korupsi di dunia usaha," ujar Bamsoet, sapaan akrab Bambang, usai pertemuan antara Pimpinan KPK dan Kadin Indonesia, di Jakarta, Senin (29/3).

Turut hadir antara lain Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar dan Nurul Ghufron, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Direktur Anti Korupsi Badan Usaha KPK Aminudin serta Ketua Umum KADIN Indonesia Rosan Roeslani. 

Baca juga : Bappenas Dorong Perusahaan Lakukan Digitalisasi Guna Bertahan Di Tengah Pandemi

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini menilai, Penempatan Direktorat Anti Korupsi Badan Usaha di bawah Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring dalam struktur organisasi KPK dapat dimaknai bahwa upaya pencegahan (preventif) lebih diutamakan daripada tindakan represif (penindakan). Kebijakan ini selaras dengan kenyataan bahwa dari aspek penyelamatan aset (asset recovery), tindakan preventif akan lebih optimal dan berdaya guna dalam penyelamatan aset atau keuangan negara, dibandingkan tindakan represif.

Merujuk pada Ketetapan MPR Nomor VIII Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, juga mengamanatkan pentingnya mengkaji dan mengevaluasi seluruh regulasi terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, baik dalam aspek penyederhanaan (simplifikasi), sinkronisasi dan konsistensi, efektivitas, dan yang tidak kalah penting adalah penekanan fungsi (pencegahan). Pentingnya menitikberatkan upaya pemberantasan korupsi pada aspek pencegahan, tentunya dapat dilakukan melalui beragam cara. Yang terpenting adalah, bahwa agar berdampak optimal, upaya-upaya tersebut harus dilakukan melalui langkah integratif dan kolaboratif, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Bamsoet menambahkan, ada peran pemerintah selaku penyusun kebijakan dan regulasi. Ada peran dunia usaha yang dijamin hak-haknya untuk menjalankan bisnis melalui persaingan usaha yang adil dan transparan. Ada peran birokrasi yang berintegritas dan ber-orientasi melayani. Ada peran sistem dan mekanisme yang menjamin terselenggaranya proses bisnis yang sehat dan akuntabel dari hulu sampai ke hilir. Ada juga peran lembaga penegak hukum yang mengedepankan upaya-upaya preventif, mengawasi dan menegakkan aturan main, serta adanya peran partisipasi publik.

Baca juga : KPK Dorong BJB Bangun Sistem Antikorupsi

Menurut mantan Ketua Komisi III DPR ini, dari perspektif dunia usaha, berbagai kebijakan yang diterbitkan pemerintah pasca reformasi dinilai cenderung merugikan pengusaha, misalnya bila dirujuk pada sektor pajak, perizinan, lingkungan, sehingga pada akhirnya justru memperlambat pengembangan sektor industri. Kondisi ini juga disinyalir menjadi salah satu faktor pemicu lahirnya perilaku korup yang melibatkan pihak swasta/dunia usaha.

“Secara prinsip, dalam konteks dunia usaha, saya meyakini sepenuhnya bahwa tentunya tidak ada satu pun pengusaha yang mau terjerumus pada tindak pidana korupsi. Namun, kenyataan di lapangan masih banyak kendala yang dihadapi dan menempatkan para pengusaha dalam posisi dilematis. Di satu sisi ingin berpartisipasi dalam proses bisnis yang berjalan, namun di sisi lain juga dihadapkan pada hambatan-hambatan dalam birokrasi atau mekanisme bisnis yang pada akhirnya dapat menjerumuskan mereka, sehingga terlibat pada suatu tindak pidana korupsi,” paparnya.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, KPK sebetulnya sudah membuat protokol pencegahan korupsi di dunia usaha melalui Corruption Prevention Guide for Business atau ISO 37001 Anti Bribery Management Systems. Namun, belum diikuti sepenuhnya oleh dunia usaha.

Baca juga : Bamsoet Dorong Gasifikasi Batubara Untuk City Gas

"Data KPK per Desember 2020 mencatat, hampir 70 persen korupsi melibatkan pelaku usaha dari mulai swasta, BUMN, hingga BUMD. Berdasarkan berbagai temuan KPK di lapangan, praktik korupsi terjadi karena ada dua belah pihak yang saling berkolaborasi, yakni dari sisi pemerintah sebagai regulator dan dari sisi dunia usaha," jelas Bamsoet.

Ketua DPR ke-20 ini menambahkan, bahkan KPK mencatat, 60 persen persoalan investasi yang tidak berintegritas berasal dari penyuapan. Kemudian baru diikuti oleh persoalan pada pengadaan (procurement) sebesar 23 persen. "Sangat penting bagi dunia usaha menerapkan prinsip anti korupsi. Bila dijalankan, justru akan membuat perusahaan menjadi lebih efisien dan meningkatkan profit, karena tidak perlu melakukan penyuapan maupun khawatir tertangkap aparat hukum," pungkas Bamsoet. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.