Dark/Light Mode

Soal Gugatan Sistem Pemilu Ke MK

Yuwono Pintadi Bukan Kader, Tak Berhak Catut NasDem

Sabtu, 31 Desember 2022 20:28 WIB
Ketua DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem) Willy Aditya. (Foto: Istimewa)
Ketua DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem) Willy Aditya. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem) Willy Aditya menyatakan Yuwono Pintadi yang ikut melakukan uji materi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK), status keanggotaannya di NasDem telah berakhir sejak 2019.

Dengan begitu, kata Willy gugatan tersebut sifatnya pribadi bukan atas nama Partai NasDem.

"Jika ada hal-hal strategis dan politis secara garis partai sudah jelas, kita menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Oleh karenanya, jika ada orang yang mencatut Partai NasDem atas kepentingan tertentu jelas ini melanggar kebijakan partai," ujar Willy dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (31/12).

Baca juga : Mardiono Buka Latihan Kepemimpinan Kader Di Yogyakarta

Lebih rinci, dia menjelaskan, pasca Kongres Partai NasDem ke II tahun 2019 silam, Kebijakan DPP terkait keanggotaan partai sudah semua terdigitalisasi.

Hal ini sudah tertuang dalam surat edaran DPP Partai NasDem terkait migrasi keanggotaan Partai NasDem ke E-KTA. Dalam surat edaran tersebut diperintahkan semua kader melakukan registrasi ulang di tahun 2019 pada sistem digital keanggotaan Partai NasDem atau E-KTA.

Bagi kader yang tidak melakukan registrasi ulang tersebut dianggap mengundurkan diri dan tidak tercatat dalam sistem keanggotaan Partai. Artinya Yuwono Pintadi bukan lagi kader NasDem karena tidak patuh terhadap surat edaran tersebut.

Baca juga : Bamsoet Ingatkan Parpol Peserta Pemilu Jaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa

"Oleh karena itu, Yuwono tidak punya hak mengklaim Partai NasDem dalam gugatan uji materiil ke MK terkait sistem Pemilu proporsional terbuka menjadi tertutup," ungkap legislator Dapil Madura Raya tersebut.

Willy menjelaskan, sistem proporsional terbuka adalah bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi. Sistem proporsional terbuka adalah antitesis dari sistem yang sebelumnya yakni sistem proporsional tertutup.

"Proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang untuk bisa terlibat dalam politik elektoral. Dengan sistem semacam ini pula, warga bisa turut mewarnai proses politik dalam tubuh partai," pungkasnya.

Baca juga : Ketua MA: Mohon Tetap Berlakukan Azas Praduga Tak Bersalah

Sebelumnya, sistem pemilu proporsional terbuka atau memilih calon legislatif langsung digugat ke MK. Penggugat menginginkan pemilihan umum memberlakukan sistem proporsional tertutup atau hanya mencoblos partai politik.

Uji materiil itu diajukan oleh kader PDI Perjuangan Demas Brian Wicaksono Yuwono Pintadi yang mengaku kader NasDem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Gugatan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu tercatat dalam Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.