Dark/Light Mode

Hindari Politik Uang Di Muktamar PPP

Pemilihan Ketum Diusulkan Kembali Ke Sistem Formatur

Kamis, 14 Mei 2020 05:14 WIB
Ketua DPP PPP, Ahmad Farial
Ketua DPP PPP, Ahmad Farial

RM.id  Rakyat Merdeka - Proses pemilihan ketua umum partai politik dengan sistem secara langsung, one man one vote sangat rawan politik uang. Untuk menghindari hal tersebut, elite Partai Persatuan Pembangunan (PPP) punya alternatif lain

Ketua DPP PPP Ahmad Farial mengusulkan agar proses pemilihan ketua umum PPP di Muktamar mendatang menggunakan sistem formatur. Menurutnya, cara tersebut untuk meminimalisir politik uang. 

“Saya berharap pemilihan ketum PPP nanti tidak pemilihan secara langsung. Dipilih dengan sistem formatur,” usul Ahmad Farial kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Proses pemilihan secara formatur ini, dijelaskan Farial, sudah terjadi sejak dulu. Tepatnya, pada zaman Ketua Umum PPP Djaelani Naro. Lalu, Ismail Hassan Metareum. 

Dilanjutkan sampai kepemimpinan Hamzah Haz hingga periode pertama Suryadharma Ali. Kemudian, di periode kedua Suryadharma Ali mulai sedikit berganti. Dan total berubah di kepemimpinan Romahurmuziy. 

Baca juga : Senin Besok, Roda Perekonomian Malaysia Kembali Berputar

Proses pemilihan secara langsung dan aklamasi. “Cuma di zaman Romy aklamasi. Nah, kita ingin mengembalikan lagi sistem formatur,” ujarnya. 

Karena proses pemilihan secara langsung inilah membuat PPP bertambah hancur. Tercatat, saat ini PPP hanya mendapatkan 19 kursi DPR. 

“Miris sekali dan saya ingin nangis,” aku dia. 

Dia melanjutkan, sistem formatur secara langsung akan membuat 4 unsur pendiri PPP yakni Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Parmusi bisa berperan secara beriringan dan saling mengisih. 

“Karena PPP didirikan 4 unsur. PPP tidak milik satu unsur saja. Maka, semua orang berhak dipilih dan memilih sebagai ketua umum tanpa embel lain. Yang penting itu lebih fair,” katanya. 

Baca juga : Kinerja Positif, Saham LPKR Kembali Diburu Investor

Bagaimana sistem formaturnya? Farial menjelaskan, tahap pertama, peserta muktamar menyepakati dan menetapkan apakah menggunakan formatur 7 atau 9. 

Kalaupun nantinya yang disetujui adalah formatur 7, maka masing-masing pemilik suara seperti DPW dan DPC berhak memilih dan mengusulkan 7 nama. 

“Terserah daerah mau memilih siapa pun,” jelasnya. 

Setelah itu, ketujuh nama diserahkan kepada panitia. Lalu, panitia meranking seluruh usulan dari pemilik suara. Nanti siapa yang masuk menjadi 7 suara terbanyak akan menjadi formatur. 

Berikutnya, ketujuh nama yang masuk menjadi formatur akan duduk bersama, berdiskusi dan memutuskan siapa yang terbaik untuk menjadi pemimpin dan ketua umum PPP. 

Baca juga : SBY Pancangkan Tiang Pertama Pembangunan Museum Dan Galeri Di Pacitan

“Itu yang terbaik, karena kalau pakai pemilihan secara langsung sangat merusak,” tegasnya. 

Seperti diketahui, PPP akan mempercepat pelaksanaan Muktamar. Ajang memilih ketua umum itu tidak perlu lagi menunggu Pilkada serentak 2020 usai. Bisa dilakukan setelah virus corona usai. 

Jika belum reda juga, Muktamar digelar melalui virtual. Demikian pernyataan Wakil Ketua Umum PPP Reni Marlinawati kepada Rakyat Merdeka. 

Diakui Reni, berdasarkan hasil Musyawarah Kerja Nasional (Mukerjnas) V PPP pada 15 Desember 2019, diputuskan penyelenggaraan Muktamar IX PPP akan dipercepat setelah perhelatan Pemilihan Kepala Daerah 2020. Namun, melihat agenda politik di depan yang cukup berat, kemungkinan Muktamar tidak perlu menunggu pilkada usai. [REN]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.