Dark/Light Mode

Soal People Power Tolak Hasil Pilpres

Ma’ruf Amin: Kapan Kita Dewasa Berdemokrasi

Senin, 13 Mei 2019 09:55 WIB
Cawapres 01 KH Maruf Amin saat menghadiri undangan dari Relawan REMAJA dalam rangka buka bersama dan santunan anak yatim di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat (12/5). (Foto: Twitter@KH Maruf Amin).
Cawapres 01 KH Maruf Amin saat menghadiri undangan dari Relawan REMAJA dalam rangka buka bersama dan santunan anak yatim di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat (12/5). (Foto: Twitter@KH Maruf Amin).

 Sebelumnya 
Ia mengatakan, sah-sah saja membuat wacana tentang people power, namun bukan dalam konteks menolak hasil pemilu. “People power itu dilakukan untuk melawan otoriter dan menjadi agenda bersama masyarakat seperti yang terjadi pada tahun 1998, yakni melawan KKN dan rezim otoriter Orde Baru,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari. Menurutnya, masalahnya bukan tentang gagasan people power, tetapi gagasan lain di balik people power tersebut. “Ada upaya menggerakkan massa di lapangan yang dapat memicu adanya kerusuhan, sehingga pemerintah harus mewaspadai hal itu untuk mengantisipasi tindakan makar,” katanya.

Baca juga : Mendagri : Indonesia Jadi Teladan Dunia Dalam Demokrasi

Dosen Filsafat Universitas Indonesia Doni Gahral Adian menegaskan, people power itu biasanya dilakukan terhadap rezim otoriter. Dia mencontohkan people power yang dilakukan di Filipina pada 1986 dan berhasil menggulingkan Presiden Ferdinand Marcos. Kemudian Revolusi Islam di Iran pada 1979 yang mampu menumbangkan rezim Syah Reza Pahlevi.

Tapi, lanjutnya, tidak pernah ada dalam sejarah people power dilakukan untuk memaksakan calon yang kalah dalam pemilihan umum demokratis. “People power tidak bisa digunakan untuk membatalkan hasil pemilu yang sudah sedemikian demokratis dan memaksakan calonnya untuk menjadi pimpinan negara dengan cara-cara inkonstitusional,” tegasnya.

Baca juga : Dibela Mahfud, Ketua KPU Merasa Tak Sendirian Lagi

Menurutnya, people power semacam ini inkonstitusional. Bahkan bisa dikategorikan makar dan tidak boleh terjadi dalam sejarah politik Indonesia.  “Hal ini berpotensi memecah belah rakyat. Apalagi sejak pemilihan gubernur Jakarta dua tahun lalu, masyarakat sudah terbelah,” tuturnya. [MHS]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.