Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Bicara Di UIN Jakarta
Mahfud: Literasi Media Wujud Dari Demokrasi
Rabu, 24 Mei 2023 06:45 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Literasi media merupakan salah satu dari wujud demokrasi. Jadi, media harus terus didorong agar tetap menjadi salah satu corong dalam menjamin kebebasan demokrasi tanpa kecurangan di Indonesia.
Pemilu merupakan salah satu wujud nyata dari demokrasi dan satu pilar penting dari Pemilu adalah pers dan literasi media,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam seminar nasional bertajuk Literasi Media dan Politik Jelang Pemilu 2024: Mitigasi Konflik SARA dan Penguatan Partisipasi Warga di Gedung Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, kemarin.
Namun, ungkap Mahfud, saat ini media mainstream justru sedang mengalami kesulitan ekonomi karena harus menghadapi persaingan dengan media sosial (medsos) dengan akun-akun gelapnya atau tidak jelas. Dengan begitu, banyak media utamanya maintream yang mati.
Baca juga : Kirim 8 Bandros Ke Jakarta, Menpora Haturkan Terima Kasih Kepada Ridwan Kamil
“Pilar demokrasi itu legislatif, eksekutif, yudikatif dan pers. Di Indonesia ini legislatif, eksekutif dan yudikatif dibiayai negara, tapi pers tidak,” ujarnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengungkapkan, saat ini banyak akun-akun gelap di medsos yang jadi tempat bermain buzzer. Hingga akhir 2022, ada 800 ribuan akun. Sementara, media mainstream sekitar 1.000. Jumlah itu termasuk TV daerah, koran daerah, TV dan koran pusat.
“Kalau media mainstream ada penanggungjawabnya. Bila ada kesalahan dia, yang minta maaf dan bisa meralat,” ucapnya.
Baca juga : Begini Cara Tangani Kebakaran Baterai Motor Listrik
Kata Mahfud, agar media mainstream bisa bersaing dengan medsos, maka media mainstream ada yang bermain clickbait, yaitu membuat judul sensasional agar diklik oleh pembaca.
Kendati demikian, Mahfud menilai, kondisi pers saat ini sudah jauh lebih bebas dibandingkan era Orde Baru, pers dipasung atau dikekang.
“Waktu itu ada istilah dibredel atau dihilangkan dan tidak boleh beredar,” kenang dia.
Baca juga : Kepala BPIP: Mahasiswa Kunci Peradaban Masa Depan
Waktu itu, kata dia, muncul jurnalisme warga, masyarakat membuat berita sendiri dari mulut ke mulut dalam bentuk humor, sindiran, dan sebagainya.
“Tapi itupun berbahaya karena ada yang sampai hilang, diculik, ditahan dan sebagainya,” kenangnya.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya