Dark/Light Mode

39 Hari Jelang Pencoblosan

Pelanggaran Marak, Sanksinya Lembek

Jumat, 5 Januari 2024 08:41 WIB
Gedung Bawaslu. (Foto: Ist)
Gedung Bawaslu. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - 39 hari jelang pencoblosan, pelanggaran pemilu semakin marak. Sayang, sanksi yang diberikan lembek.

Salah satu dugaan pelanggaran yang viral adalah beredarnya video belasan orang menggunakan seragam Satpol PP di Garut, Jawa Barat (Jabar) yang menyatakan dukungan untuk Gibran Rakabuming Raka. Bawaslu Jabar menyatakan, deklarasi tersebut merupakan dugaan pelanggaran dalam Pilpres 2024.

Koordinator Divisi Humas, Data, dan Informasi Bawaslu Jabar, Muamarullah mengatakan, berdasarkan hasil penelusuran anggota Satpol PP di Garut seperti dalam video telah memenuhi syarat formil dan materil. Bawaslu Jabar pun sudah meningkatkan status kasus itu penelusuran menjadi dugaan pelanggaran.

"Kami berhasil mengidentifikasi dan memenuhi syarat formil serta materil yang diperlukan untuk mengangkat status penelusuran menjadi temuan dugaan pelanggaran," ujar Muamarullah, Kamis (4/1/2024).

Honorer Satpol PP itu diduga melanggar Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berkaitan dengan keikutsertaan ASN dalam tim kampanye dan Pasal 283. Bawaslu memastikan bakal serius dalam menindaklanjuti laporan yang dilayangkan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Pemilu.

Baca juga : Jalan Santai Relawan Ganjar-Mahfud Perkuat Kebersamaan Antar Masyarakat Lombok

"Kami akan segera berkoordinasi dengan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), yang melibatkan kepolisian dan kejaksaan, untuk penanganan lebih lanjut," kata Muamarullah.

Merespons kejadian ini, Pj Gubernur Jabar, Bey Machmudin memastikan, oknum Satpol PP tersebut sudah disanksi. "Saya mendapatkan laporan sudah dikenakan sanksi ya, jadi ya sudah sesuai mekanismenya," kata dia.

Sanksi yang dikenakan, menurut Bey, yakni berupa penghentian penyaluran upah selama beberapa bulan. Apabila terulang lagi, maka sanksi yang dikenakan akan lebih berat.

Dugaan pelanggaran lainnya adalah dilakukan Gus Miftah. Video dia membagi-bagikan uang di Pamekasan jadi viral. Dalam video itu, saat Miftah bagi-bagi uang tampak beberapa orang membentangkan kaus bergambar calon presiden nomor urut 2 dalam Pilpres 2024 Prabowo Subianto. Miftah sendiri pendukung Prabowo.

Bawaslu Kabupaten Pamekasan menyatakan, peristiwa Miftah bagi-bagi duit di pesantrennya dengan di belakangnya ada kaus Prabowo-Gibran adalah masuk dalam dugaan pelanggaran pidana Pemilu.

Baca juga : Ganjar Komit Nasionalkan Program Pelayanan Kelompok Inklusi: No One Left Behind

Koordinator Divisi Pengawasan dan Penindakan Bawaslu Pamekasan, Suryadi mengatakan, Gus Miftah diduga melanggar Pasal 523 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam waktu dekat, Miftah akan dipanggil untuk diperiksa atas dugaan pelanggaran tersebut. "Diagendakan (pemanggilan Miftah)," kata Suryadi.

Komisioner Bawaslu, Puadi mengatakan, berdasarkan data real time SigapLapor per Rabu (3/1/2024), terdapat 703 laporan, dan 312 temuan. Teregister 516, tidak diregister 314, dan 185 masih dalam proses.

Dalam laporan tersebut, Bawaslu menemukan 320 pelanggaran, dan 402 bukan pelanggaran. Pelanggaran-pelanggaran itu terdiri dari pelanggaran administrasi, tindak pidana pemilu, hingga pelanggaran netralitas ASN.

Dia mengatakan, pelanggaran administrasi 29 kasus, tindak pidana pemilu 6 kasus, pelanggaran etik penyelenggara pemilu 185 kasus, pelanggaran netralitas ASN 33 kasus, dan pelanggaran hukum lainnya 17 kasus. "Untuk pelanggaran netralitas ASN, Bawaslu rekomendasi ke institusi asal. Nanti yang eksekusi PPNS," ujar Puadi.

Lalu apa kata pengamat? Direktur Eksekutif Trias Politik Strategis, Agung Baskoro menilai, seharusnya Bawaslu tidak lembek di tengah pelanggaran yang marak. "Secara institusional penegakan aturan secara tegas oleh aparat penyelenggara penting dilakukan agar reputasi dan kredibilitas sistem pemilu dan hasilnya kelak memiliki legitimasi," ulasnya.

Baca juga : Bamsoet Tinjau Persiapan Pembukaan Restoran Parle Senayan di Senayan Park

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin mengatakan, pelanggaran harus disanksi sesuai aturan main yang berlaku untuk menciptakan keadilan. Sebagai negara demokrasi, penegakan hukum harus sama di mata masyarakat. 

"Kalau marak pelanggarannya, hukumnya lembek, ini kurang bagus juga. Harusnya sanksinya joss, oke, dan sesuai perundang-undangan. Jadi harus disesuaikan dengan kadar pelanggarannya," pungkas Ujang.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.