Dark/Light Mode

Jempolin Putusan Etik DKPP, Timnas AMIN: KPU Terbukti Lakukan Pelanggaran Serius

Selasa, 6 Februari 2024 14:23 WIB
Ketua Umum Tim Hukum Nasional Pasangan Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar THN AMIN, Ari Yusuf Amir. (Foto: Ist)
Ketua Umum Tim Hukum Nasional Pasangan Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar THN AMIN, Ari Yusuf Amir. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Umum Tim Hukum Nasional Pasangan Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar (THN AMIN), Ari Yusuf Amir mengapresiasi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelanggaran etik Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU).  

Ari menjelaskan, putusan DKPP hadir di masa injury time yang memberi sanksi Peringatan Keras dan Terakhir pada Ketua KPU RI, karena telah melakukan pelanggaran etik dengan menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024, tanpa mengubah PKPU No 19 tahun 2023 terkait syarat usia capres cawapres usai keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90 tahun 2023. 

“Tindakan komisioner KPU tersebut melanggar Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu,” kata advokat senior itu.

Baca juga : Tanggapi Putusan Etik DKPP, Pakar Hukum: Ketua KPU Hanya Laksanakan Putusan MK

Pada pasal 11 huruf A dan huruf C Peraturan DKPP, Ari menjelaskan, dinyatakan bahwa (A) dalam melaksanakan prinsip berkepastian hukum, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan. Dan (C) melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu, dan menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 

Selain melanggar pasal 11 (huruf A dan C), lanjut Ari, tindakan komisioner KPU juga melanggar prinsip profesional dan prinsip ketaatan pada asas kecermatan dalam bertindak seperti diatur dalam Pasal 15 huruf C Peraturan DKPP. Serta melanggar asas Kepentingan Umum seperti yang diatur dalam Pasal 19 huruf a, yang mengatur penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang-undangan.

Pasal-pasal yang digunakan DKPP untuk memvonis komisioner KPU itu menunjukkan ada pelanggaran serius berupa melanggar UU dan peraturan lain terkait Pemilu. Pelanggaran atas keputusan KPU itu memiliki bobot berbeda dengan pelanggaran atas perilaku pribadi Ketua KPU, seperti yang dilakukan oleh ketua KPU dalam kasus yang dikenal dengan "wanita emas". 

Baca juga : Emil Dardak Tegaskan, Putusan DKPP Tak Terkait Pencalonan Gibran, Ini Alasannya

“Dan dalam dua kasus itu DKPP menjatuhkan sanksi yang sama, Peringatan Keras dan Terakhir. Tentu publik juga bertanya apa makna frasa " terakhir, " karena dalam kasus "wanita emas" juga disanksi peringatan keras dan terakhir,” terang Ari.

Menurut Ari, Keputusan DKPP di masa injury time seperti lolongan di ruang hampa, karena tak mengubah apapun. Dan di negeri ini, putusan melanggar etika hanya dianggap " nyanyian sumbang " yang hanya akan melahirkan " dengung " di ruang publik. Terbukti keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi terhadap Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, tidak berdampak apapun.

Meski putusan atas pelanggaran etik tidak berdampak apapun, ungkap Ari, namun perlu dicatat bahwa rakyat Indonesia masih menjunjung nilai-nilai moral. Dalam konteks moral itulah Pemilu 2024 berada di ujung tanduk masalah legitimasi. Pemilu bisa saja memenuhi syarat legal (karena peraturan yang diubah dengan melanggar etika), tapi kehilangan legitimasinya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.