Dark/Light Mode

Tolak Jalankan Putusan PTUN, Pakar Sebut KPU Abaikan Hak Irman Gusman

Selasa, 9 Januari 2024 14:41 WIB
Foto: Ist
Foto: Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Prodi Doktor Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) John Pieris menyebut, penolakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memerintahkan memasukkan nama Irman Gusman dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2024, merupakan tindakan yang tidak terpuji.

KPU dinilai tidak menghormati asas negara hukum, dengan mengabaikan putusan PTUN.

Menurutnya, hak Irman Gusman dalam hak politik dicampakkan begitu saja oleh KPU. Tindakan ini adalah perbuatan melawan hukum.

“Mengabaikan hak Irman Gusman yang dicabik-cabik. Tidak benar sebuah lembaga negara independen tidak menghormati konstitusi bahkan putusan pengadilan. Ini perbuatan melawan hukum,” kata John, dałam Seminar Nasional bertema ‘Putusan Pengadilan vs Peraturan Perundang-Undangan’ sub tema Benturan Norma Hukum dalam Proses Pencalonan Anggota DPD RI, di Kampus Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Senin (8/1/2024).

Jika pemerintah kemudian melawan hukum, lanjut dia, maka tidak akan ada kepastian hukum, keadilan, dań kemanfaatan tidak akan bisa tercapai.

Diingatkannya, hakim itu pembentuk hukum. Putusan PTUN atas Perkara Irman Gusman sudah final dan mengikat. Kedudukannya lebih tinggi dibanding penyelenggara pemilu yaitu KPU.

“Dalam konstitusi KPU itu ditulis dengan huruf kecil, sementara kekuasaan kehakiman ditulis dengan huruf besar,” paparnya.

Baca juga : Ini Alasan Bawaslu Jakpus Sebut Gibran Langgar Aturan

Jika KPU melanggar konstitusi dalam perkara Irman Gusman, menurut John, mereka harus dihukum. Setidaknya orang-orang di KPU harus dihukum.

Pembicara lainnya, nantan Hakim Agung Prof Dr Gayus Lumbuun mengatakan, pemerintah harus menyikapi kasus Irman Gusman dengan cepat.

Menurut Prof Gayus, untuk memberi keadilan bagi Irman Gusman, maka masalah ini harus segera ditangani.

Jika tidak, maka Irman Gusman tidak akan bisa maju dałam Pemilu 2024 sebagai calon anggota DPD RI.

“Keadilan yang terlambat itu sebenarnya menolak keadilan itu sendiri,” ungkap Prof Gayus.

Hukum, menurut Prof Gayus, harus berkepastian, bermanfaat, dan tujuan hukum adalah memberi keadilan.

“Persoalannya ada kalau terjadi konflik antara putusan PTUN melawan putusan MA dan putusan MK. Di MK dan MA yang diuji adalah norma bukan peristiwa. Kalau keadilan dan kemanfaatan tentu adalah putusan PTUN. Itu peristiwa,” kata Prof Gayus.

Baca juga : Laksanakan Arahan Presiden, Pj Gubernur Sumsel Bagikan Sembako dan Bansos

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus, mengatakan mungkin KPU tidak tahu bahwa dalam kasus hukumnya, Irman Gusman mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Dan PK tersebut dikabulkan MA.

“Ini yang harus diinfokan kepada KPU, sehingga mereka bisa mengubah putusannya,” kata Guspardi.

Guspardi mengatakan sudah seyogyanya KPU memberikan contoh bagaimana lembaga negara mentaati putusan peradilan, baik peradilan umum maupun PTUN sebagai wujud ketaatan pada konstitusi sebagai pengejawantahan negara hukum (rechtsstaat).

“Sikap KPU yang tidak mau mengeksekusi putusan PTUN menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum bagi peserta pemilu, dan jelas melanggar amanat UU Pemilu,” ungkapnya.

Sikap ini, menurut Legislator anggota Komisi II DPR RI ini, sangat tidak terpuji, karena telah mempertontonkan “arogansi” yang didasarkan atas kewenangan KPU secara sepihak.

“Sudah banyak diskursus yang membahas terkait ketaatan atau kepatuhan aparatur/instansi pemerintah terkait eksekusi putusan PTUN, namun dari tahun ke tahun tetap saja ada aparatur/instansi yang tidak melaksanakan atau patuh pada putusan PTUN,” kata dia.

Secara regulasi, apabila KPU tidak mentaati aturan putusan lembaga pengadilan yang bersifat final dan mengikat (final and binding) atau telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tentu ada sanksinya, baik secara administratif, perdata dan pidana.

Baca juga : Tak Jalankan Putusan PTUN, Irman Gusman Laporkan KPU Ke DKPP

Senada dengan itu, mantan hakim konstitusi, Dr Maruarar Siahaan, menjelaskan, putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap adalah norma hukum dalam artı kongkrit yang dideduksi dari norma abstrak.

Sehingga selama putusan hakim itu tidak dibatalkan maka berkekuatan hukum mengikat.

“Termasuk juga putusan PTUN (perkara Irman Gusman),” ungkap Maruarar.

Dijelaskan pula, perubahan yang terjadi pada Daftar Calon Sementara (DCS) Caleg DPD, menurut Maruarar, verifikasi tidak oleh dilakukan atas dasar hukum yang baru.

“Hukum itu tidak boleh berlaku retroaktif. Kalau itu dilakukan KPU maka itu melanggar karena diberlakukan retroaktif,” kata Maruarar, yang juga akademisi ini.

Narasumber terakhir, Dr Dian Puji Nugraha Simatupang pun tak luput menegaskan bahwa tindakan KPU yang menolak melaksanakan putusan PTUN ini merupakan tindakan sewenang-wenang.

"Ketentuan Pasal 18 ayat (2) huruf b undang undang 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan jelas menyebutkan bahwa, tidak melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara termasuk tindakan sewenang-wenang," tutup Dian.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.