Dark/Light Mode

Nilai Presiden Dan Mendagri Terlalu Berkuasa

UU Pilkada Digugat Lokataru

Kamis, 21 April 2022 07:45 WIB
Ilustrasi Undang-Undang Pilkada. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi Undang-Undang Pilkada. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Lokataru mengajukan permohonan judicial review atau uji materiil Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali  Kota (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemerintah dinilai punya kewenangan sangat besar dalam penunjukan Pejabat (Pj) kepala daerah.

Kuasa Hukum Lokataru, Nurkholis Hidayat mengatakan, kliennya menilai penunjukan atau pengangkatan penjabat kepala daerah dalam mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang akan berakhir pada 2022 dan 2023, sebagaimana diatur dalam Pasal 201 ayat (9), penjelasan Pasal 201 ayat (9), Pasal 201 ayat (10) dan Pasal 201 ayat (11) UU Pilkada, memberikan kekuasaan sangat besar kepada Pemerintah, khususnya Presiden dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Baca juga : Wapres RI Ma'ruf Amin Dorong Wisudawan Budi Luhur Terus Berinovasi Untuk Masyarakat

“Permohonan judicial review Undang-Undang Pilkada ini merupakan ikhtiar masyarakat, untuk mencegah akumulasi kekuasaan yang sangat besar di tangan pmerintah. Khususnya, Presiden dan Menteri Dalam Negeri,” ujar Nurkholis di Gedung MK, Jakata kemarin.

Lebih lanjut, ia mengatakan, ketentuan pengangkatan dan penunjukan penjabat kepala daerah dalam mengisi kekosongan jabatan kepala daerah, berdampak pada hilangnya ruang kompetisi politik yang sehat dan fair. Selain itu, lanjut dia, hal itu juga membawa damapak pada hilangnya hak masyarakat untuk memilih, dipilih, dan berpartisipasi dalam mewujudkan negara hukum yang demokratis.

Baca juga : Prioritaskan Perjalanan Angkutan Umum Pada Mudik Lebaran

Untuk warga Papua dan Papua Barat, sebut Nurkholis, ketentuan tersebut telah mengabaikan UU Otonomi Khusus, UU Pemerintahan Daerah dan mengabaikan kekhususan tanah Papua.

Pasalnya, pilar-pilar ketatanegaraan dibentuk dan dirancang untuk memberikan pengakuan yang besar terhadap peran Majelis Rakyat Papua, DPR Papua, Dewan Adat, yang merupakan respresentasi Orang Asli Papua dan masyarakat Papua.

Baca juga : Puluhan Bus AKAP Nggak Layak Jalan

“Ketentuan penunjukan itu juga telah memberi cek kosong kepada Presiden dan Mendagri. Selain itu, berpotensi melahirkan pemerintahan yang authori­tarian, serta hilangnya fungsi-fungsi check and balance dalam sistem pemerintahan dan ketatanegaraan yang demokratis,” jelas dia.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.