Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pengamat: Tak Usah Maju Pilkada Kalau Uang Pas-pasan

Minggu, 20 September 2020 08:58 WIB
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago (Foto: Istimewa)
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pilkada 2020 di tengah masa pandemi Covid-19 membutuhkan biaya tidak sedikit. Diprediksi pemenangan calon di pilkada bakal jor-joran. 

“Pilkada itu tetap mahal, butuh dana politik besar. Terlebih tensi politik di 2020 sudah mulai memanas,” kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Baca juga : PBB Usul Pilkada Tetap Dilaksanakan

Pangi menilai, meski di tengah pandemi, partai mulai mengambil ancang-ancang untuk menyambut tahun politik 2020. Memang bertarung dalam pilkada sekarang tak mudah, butuh kuat-kuatan daya tahan tubuh. Calon kepala daerah harus atur napas, bertahan dalam soal amunisi dan logistik. 

“Maju pilkada kalau uang pas-pasan lebih baik nggak usah, karena biaya nggak sedikit. Menurut saya maju bertarung dalam kontestasi elektoral, calon yang betul-betul punya banyak uang, sudah bingung habisin duit, sehingga kalau memberi bantuan anggap saja zakat,” ujarnya. 

Baca juga : Pak Jokowi, Pak JK Minta Pilkada Ditunda, Gimana Ini?

Kata Pangi, akan berbahaya kalau uang nanti dihabiskan begitu saja, ternyata bukanlah uang dia alias milik pemodal pilkada dan ini bisa merusak demokrasi. Ketika duit pas-pasan maju, kata Pangi, kemungkinan paslon mencari sponsor atau cukong. Ketika hampir empat tahun menjabat kepala daerah dengan gaji 10 juta akhirnya stres sendiri, modal kampanye belum balik. 

“Akhirnya kepala daerah berpikir jalan pintas untuk melakukan korupsi. Ini membuat banyak kepala daerah kita tersandera kasus korupsi,” jelasnya. 

Baca juga : Cegah Penyebaran Corona, Mahfud Minta Pelototin Jalur Tikus Perbatasan

Memang, aku Pangi, mahar politik sulit dibuktikan namun bisa dirasakan, karena terjadinya persekongkolan jahat antara pengusaha dengan penguasa, yang mana penguasa butuh modal kampanye pilkada namun dompet kere. Nah, pada saat sama, pengusaha butuh kemudahan izin untuk usaha. Kawin silang antara penguasa dan pengusaha, terjadilah konflik kepentingan. 

Yang perlu diingat, kata Pangi, tidak ada makan siang gratis, ujung bantuan modal kampanye dari cukong adalah bagaimana izin mudah didapatkan pengusaha (pemodal) tetap cukong dan bandar politik untung besar. “Sementara yang tertinggal adalah kerusakan alam, sisa penambangan, rakyat di daerah tersebut tidak berubah, tetap saja miskin. Pemodal dan cukong yang tetap menang dan rakyat lagi yang dirugikan,” tutupnya. [EDY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.