Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Mau Dapat Rekomendasi Parpol Di Pilkada

Calon Kudu Keluar Fulus, Proyek Thank You Tak Laku

Senin, 26 Oktober 2020 05:56 WIB
Mau Dapat Rekomendasi Parpol Di Pilkada Calon Kudu Keluar Fulus, Proyek Thank You Tak Laku

RM.id  Rakyat Merdeka - Bicara politik, terkhusus Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), berarti juga bicara cost alias uang. Seorang kandidat yang ingin meraih rekomendasi dari partai politik (parpol) untuk jadi calon kepala daerah (cakada), umumnya harus keluarkan mahar besar. 

“Proyek “Thank you” sudah tak laku. Mana ada parpol serahkan rekomendasi tanpa uang? Kalau hari ini bicara maju, maju dan maju di Pilkada atau apapun namanya itu adalah anggaran atau cost. Mana mau parpol terima proyek Thank you. Ini yang merusak tatanan bernegara yang sesungguhnya di republik ini,” papar Direktur lembaga survei Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah, kemarin. 

Dia menyinggung partai pusat yang merekomendasikan calon ke daerah-daerah yang membuat elite parpol daerah meraup keuntungan besar. 

Sebenarnya, terang Iskandarsyah, penentuan ca¬lon bukan berdasarkan figur, elektabilitas, dana ketokohan seseorang. Tapi berdasarkan berapa besar amunisinya. 

Bahkan, jelasnya, setiap Pilkada di manapun, mesin parpol sebenarnya tidak bergerak maksimal. Parpol hanya sebagai syarat administratif. 

Lebih dari itu, tidak ada. Mesin parpol di setiap daerah mati kalau tidak ada amunisi. 

Baca juga : Gegara Puan, PKB Keluar Dari Poros Koalisi Banteng

Selain itu, Iskandarsyah menilai, kampanye partai untuk membela kepentingan masyarakat hanyalah kamuflase semata. 

“Kalau hari ini ada parpol seolah teriak-teriak membela pasangan calon, itu kamuflase, pura-pura alias sandiwara. Berteriak seperti itu, kemungkinan amunisinya cukup,” ujarnya. 

Soal pelanggaran Pilkada, Iskandarsyah menyebut, pelanggaran yang ditemukan belakangan ini di beberapa daerah merupakan sebuah skenario. 

“Itu bagian atau design eliteelite parpol untuk bisa menang kontestasi Pilkada 2020,” tambahnya. Selain itu, lanjutnya, pelanggaran-pelanggaran kerap terjadi. Tapi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) seolah bungkam dengan berbagai pelanggaran itu. 

“Mana ada tindakan-tindakan signifikan ke¬pada calon selama ini. Buat saya, KPU, KPUD, dan Bawaslu sudah kehilangan legitimasi. Apalagi kalau sampai Kotak Kosong memenangi Pilkada. Legitimasi penyelenggara dan pengawas Pilkada sudah runtuh total,” tuturnya. 

Sebenarnya, kata Iskandarsyah lagi, sumber masalah utama pelanggaran di Pilkada 2020 dikarenakan ulah partai. 

Baca juga : Wakil Wali Kota Terpental, Anak Buah Risma Diusung

“Sudahi semua skenario. Rakyat sudah muak. Jangan dipaksakan rakyat jadi suka,” tutupnya. 

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut, uang masih jadi kunci meraih kemenangan di Pilkada. 

Paling tidak, untuk meraih kursi bupati atau wali kota, calon harus menyiapkan uang minimal Rp 65 miliar. 

“Ini indepth interview. Ada yang ngomong Rp 5 sampai Rp 10 miliar. Ada juga yang ngomong, kalau mau ideal memenangi Pilkada Bupati atau Wali Kota, setidaknya punya Rp 65 miliar,” kata Firli, saat webinar dengan seluruh calon kepala daerah dengan tema ‘Mewujudkan Pimpinan Daerah Berkualitas Melalui Pilkada Serentak yang Jujur Berintegritas’, beberapa waktu lalu. 

Jika sang calon kepala daerah hanya memiliki uang Rp 18 miliar saja, lanjutnya, akan sulit bersaing dengan calon berduit. 

Diakuinya, uang masih jadi kunci memenangkan pertarungan setiap Pilkada. Jika calon kalah, jelas mantan Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) ini, akan sangat banyak dampak negatifnya. 

Baca juga : Pilkada Cianjur 2020 PAN Usung Petahana

“Tidak jarang kita temukan setelah Pilkada selesai, calon kalah ada yang ke rumah sakit jiwa. Ada yang didatangi para donatur yang meminjamkan uang,” ujarnya. 

Menurut Firli, politik uang yang sangat besar ini akan jadi beban bagi kepala daerah terpilih. Lantaran harus mengembalikan uang yang dia gunakan selama kampanye. Hal inilah yang dia akui masih jadi pekerjaan rumah, tak hanya bagi KPK, namun bagi masyarakat. 

“Ini PR kita bersama. Dari mana uangnya? Dari pihak ketiga. Hasil penelitian kita, 82,3 persen biaya itu dibantu pihak ketiga. Pada Pilkada 2017, 82,6 persen dibantu pihak ketiga dan 2018, 70,3 persen dibantu pihak ketiga,” paparnya. 

Berdasarkan penelitian KPK, pihak ketiga mau membantu lantaran dijanjikan sesuatu oleh calon kepala daerah jika nanti terpilih. Kebanyakan, janjinya memudahkan pihak ketiga mendapatkan proyek dalam pemerintahan di daerah itu. [EDY]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.