Dark/Light Mode

Pilkada 2022+2023 Digabung Ke 2024

Ketua KPU: Sangat Berat

Rabu, 3 Februari 2021 05:55 WIB
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra. (Foto: Dok. KPU)
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra. (Foto: Dok. KPU)

 Sebelumnya 
“Kalau tanya saya pribadi, saya orang yang pernah di KPU dan pernah di Komisi II DPR, kalau beban politik dijadikan dalam satu kesatuan waktu, menurut saya, kita nanti akan menghadapi tantangan yang tidak ringan,” kata Riza.

Bagaimana tanggapan Anggota komisioner KPU 2012-2017 Hadar Nafis Gumay? Dia menilai, keputusan menggelar pemilu nasional dengan pilkada di 2024 tidak tepat. Karena menempatkan tiga pemilu di dalam satu tahun. Dari sisi penyelenggara, ini bukan pekerjaan yang mudah. Dari sisi pihak lain, seperti pemilih, juga berat. “Mengelolanya tidak mudah,” kata Hadar, saat berbincang dengan Rakyat Merdeka, kemarin.

Baca juga : Tito Yang Berkuasa, Yang Untung Siapa?

Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity ini lalu memberikan sedikit gambaran bagimana pemilu di 2024. Pileg dan Pilpres akan digelar April karena mengantispasi Pilpres putaran kedua yang akan digelar Juli atau Agustus. Lalu, Oktober ada pelantikan DPR dan Presiden. Sebulan kemudian KPU harus menggelar Pilkada.

Gelaran Pilkada itu jangan dibayangkan hanya gelaran satu hari di hari pencoblosan. Tapi sudah harus mempersiapkan sejak 8 bulan sebelumnya, atau dimulai Februari. Artinya dua bulan sebelum pemungutan suara Pilpres, tahapan Pilkada sudah dimulai. “Akan ada tahapan pemilu yang bertumpuk,” katanya.

Baca juga : Partai Gelora Setuju Pilkada 2022-2023 Digelar Di 2024

Hadar menjelaskan, Pileg dan Pilpres di Indonesia itu tidak sederhana. Harus menyusun daftar pemilih, pencalonan, sengketa dan lain sebagainya. Dan itu digelar dengan tumpang tindih dan persiapan bertumpuk. “Ini terlalu berat. Bisa dipastikan akan banyak masalah,” ujarnya.

Di sisi pemilih pun sama saja. Pemilih akan kerepotan. Lihat saja evaluasi pemilu dua tahun lalu. Tingkat kesalahan dalam Pilpres memang cukup baik ada di angka 2,3 persen. Tapi, di Pileg angkanya cukup tinggi, sekitar 11 persen. Malah kalau disorot di sejumlah daerah, ada yang menyampai angka 20 persen.

Baca juga : Perludem: Manajemen Pemilu Bisa Kacau Balau

Hadar pun menilai pemilih akan kelelahan mendengarkan banyak kampanye disuruh memilih ini dan itu dalam waktu yang sama. Padahal harapannya pemilih bisa memilih dengan alasan yang rasional. “Saya harap jangan diteruskan ide ini. Lebih baik pilkada dipindahkan satu atau dua tahun kemudian,” ujarnya.

Dia menyayangkan, sikap DPR yang plin-plan. Di awal, begitu semangat melakukan revisi dan bahkan hampir semua sepakat. Namun saat mau dibahas, tiba-tiba berubah sikap dengan alasan yang tak jelas. Pemerintah juga begitu, memberikan alasan yang mengada-ada. Alasan yang disampaikan pemerintah bertolak belakang dengan menggelar Pilkada 2020 lalu. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.