Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Terbuka, Tertutup & Kepentingan

Senin, 16 Januari 2023 05:21 WIB
BUDI RAHMAN HAKIM
BUDI RAHMAN HAKIM

RM.id  Rakyat Merdeka - Dunia politik kita sedang panas membahas sistem pemilu, antara proporsional terbuka dan proporsional tertutup. Masing-masing sistem punya pendukung dengan argumentasi masing-masing. Semuanya mengklaim, sistem yang mereka dukung adalah yang lebih baik.

Panasnya pembahasan sistem proporsional terbuka dan proporsional tertutup ini sebenarnya sudah masuk ke ruang-ruang perguruan tinggi. Banyak akademisi ikut membahas hal ini. Namun, tulisan ini hanya akan memfokuskan pembatasan pada perdebatan di kalangan politisi.

Di Senayan, delapan parpol bergabung untuk menolak wacana pemberlakukan sistem proporsional tertutup. Mereka beralasan, sistem proporsional tertutup tidak transparan, seperti membeli kucing dalam karung. Kedaulatan rakyat untuk memilih langsung wakilnya terabaikan. Maka, mereka pun bersatu untuk mempertahankan sistem proporsional terbuka.

Baca juga : Nolak Sistem Proporsional Tertutup, 8 Parpol Takut Kehilangan Kursi

Argumentasi mereka ini sungguh manis dan rasional. Tapi, sebenarnya, yang mereka ingin raih bukan semata-mata demokrasi langsung yang terus terjaga. Di samping itu, mereka punya tujuan besar, yang mungkin lebih besar dibanding tujuan demokrasi, yaitu kepentingan untuk meraih suara sebanyak-banyaknya di Pemilu 2024.

Sebab, dengan sistem proporsional tertutup, mereka tidak bisa lagi mengandalkan caleg populer seperti selebritis, mantan kepala daerah, dan juga para tokoh masyarakat, untuk meraup suara. Di pemilu-pemilu sebelumnya, mereka menggunakan orang-orang populer itu sebagai vote getter. Tak heran, meski di survei-survei sebelumnya elektabilitas mereka rendah, tapi saat pemilu suara mereka tinggi.

Dengan bungkus demokrasi ini, mereka pun mengabaikan efek negatif dari proporsional terbuka. Seperti brutalnya persaingan di internal partai, sampai membanjirnya money politics di masyarakat.

Baca juga : Plus & Minus Terbuka & Tertutup

Sedangkan para pendukung proporsional tertutup berargumen, sistem ini membuat pemilu lebih sederhana dan juga lebih hemat. Penghitungan suara bisa lebih cepat dan praktis, yang bisa menghindari jatuhnya banyak korban jika petugas KPPS seperti di Pemilu 2019. Dengan sistem ini, pengkaderan di partai pun akan berjalan baik dan tidak akan ada konflik antarcaleg internal yang berebut suara dengan teman sendiri.

Namun, di balik penjelasan ilmiah ini, ada tujuan besar lain yang sedang mereka tuju, yaitu mempertahankan elektabilitas yang besar saat ini. Dengan sistem proporsional tertutup, kemungkinan partai lain mengambil kantong-kantong suaranya menjadi tertutup. Sebab, partai-partai lain tidak bisa lagi menggunakan vote getter.

Dengan demikian, terang sudah, bahwa di balik perdebatan antara proporsional terbuka dan proporsional tertutup, ada tujuan lain yang ingin diraih masing-masing parpol, yaitu elektabilitas yang meningkat. Kita tidak perlu melarang perdebatan mereka. Biarkan saja mereka “bertarung” dan menyampaikan argumen-argumen terbaik di depan Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan catatan, perdebatan mereka itu tidak berekses ke masyarakat.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.