Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Sentilan Mahfud

Kamis, 5 Desember 2019 06:50 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Desember ini menjadi bulan terakhir KPK “lama”, KPK-nya Agus Rahardjo Cs. Semoga ini tidak menjadi “Desember kelabu”, seperti judul lagu. Semoga ini tidak menjadi titik balik, lalu berjalan mundur, jauh ke belakang.

Namun, berita-berita pemotongan hukuman terhadap koruptor yang diberikan Mahkamah Agung misalnya, cukup membuat KPK sedikit murung. Agak kelabu.

Merespons pengurangan hukuman oleh MA ini, KPK mengaku kecewa. KPK mestinya tidak kecewa, apalagi heran. Karena, sebelumnya, sudah ada beberapa koruptor yang dikurangi hukumannya oleh MA.

Baca juga : Skriniar Tolak Real Madrid

Mereka, termasuk yang punya nama-nama besar, mendapat “kado manis” dan “diskon” dari MA berupa potongan hukuman. Tentu, MA punya pertimbangan. Apa pun pertimbangannya. Sama seperti peradilan di bawahnya, Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi (PT), pasti punya pertimbangan masing-masing.

Masalahnya, kenapa bisa beda-beda. Kenapa di PT dihukum sekian tahun, lalu di MA jadi berkurang separuhnya atau bahkan lebih? Atau sebaliknya, dari ringan menjadi lebih berat? Apa buku yang menjadi acuannya beda? Ilmu hakim-hakimnya beda? Pengalamannya beda? “Pertimbangan” dan “perasaannya” juga beda? Apa karena sistem dan lingkungan kerjanya juga beda? Kenapa? Ada apa?

Itu hanya pertanyaan awam. Karena perbedaan ini, publik jadi bertanya-tanya: apakah pemberantasan korupsi di negeri ini sedang berada di titik balik, lalu jalan mundur jauh ke belakang. Kembali memasuki lorong-lorong gelap?

Baca juga : Selamatkan Usaha Rakyat

Dua hari lalu, Menko Polhukam Mahfud Md menyindir dan menyentil praktik penegakan hukum di negeri ini sebagai “industri hukum”. Bukan hukum industri.

Mahfud mengungkapkan, masih ada orang yang benar dibuat bersalah. Atau sebaliknya, salah jadi benar. “Hukum ditukangi seakan-akan barang yang bisa disetel,” kata Mahfud di kantornya, Selasa (3/12) lalu.

Ini sindiran keras. Sangat keras. Mungkin juga curhat. Sebagai pemimpin dan koordinator di sektor hukum, sindiran atau sentilan Mahfud ini, sangat serius.

Baca juga : Sentilan Jokowi Tentang Kasus AW-101

Kita berharap, dengan kewenangan di tangannya, Mahfud bisa berbuat banyak membenahi hukum di negeri ini yang sudah sangat “kritis”. Tidak sekadar berhenti di pernyataan. Mulai hari ini sampai lima tahun ke depan, kita berharap ada gebrakan dan terobosan luar biasa di bidang peradilan, hukum, termasuk pemberantasan korupsi.

Kita berharap kepada pemerintah, di bawah Menko Mahfud MD. Rakyat sangat berharap. Sangat rindu. Karena ini sudah sudah sangat lama. Karena, kalau cuma sekadar sindiran, sentilan, analisa, memaparkan kondisi dan fenomena, rakyat biasa atau mahasiswa hukum juga bisa.

Kita duduk di warung saja, pernyataan seperti ini sudah sering kita dengar. Kita tunggu gebrakan dan terobosannya. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.