Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ironi Pilkada dan Covid

Minggu, 13 September 2020 05:01 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Kesehatan atau ekonomi? Tidak kedua-duanya. Karena jawabannya adalah: Kekuasan!

Itu hanya jawaban satire. Karena, pasti tidak ada satu pun yang secara terbuka menjawab kekuasaan. Tapi, politik dan kekuasaan, itulah yang terasa di berbagai belahan dunia saat pandemi Covid-19 ini. Dari Pilkada di Indonesia sampai pilpres di beberapa negara.

Dalam pilkada serentak misalnya, bisa dilihat bahwa protokol kesehatan dilanggar. Kerumunan terjadi. Nasihat Kemendagri untuk tidak menggelar konvoi, diabaikan.

Akibatnya, 72 petahana pilkada ditegur Mendagri. Yang menyedihkan, diantara calon kepala daerah, ada 59 yang positif Covid-19.

Baca juga : Pinangki, Perpres dan Pengobat Luka

Ini baru tahap awal. Bisa lebih mengkhawatirkan karena masih banyak tahapan yang harus dilalui. Kampanye, misalnya. Belum lagi pemungutan suara atau sengketa pilkada yang bisa melibatkan emosi massa.

Yang menarik, ada kesan, lembaga terkait, terkesan saling lempar mengenai siapa yang berhak memberi sanksi. Bahkan, sepertinya, tak berani memberi sanksi keras.

Yang tak kalah menyedihkan, seperti diungkap KPK, ada calon kepala daerah yang memainkan anggaran Covid-19 untuk Pilkada. Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menuding para petahana. “Di Jawa Timur, dan sudah ditegur,” kata Lili.

Menko Pulhukam Mahfud MD juga punya data “mengerikan”. Sebanyak 92 persen calon kepala daerah, kata Mahfud, dibiayai para cukong.

Baca juga : Malaysia, Gas dan Rem

Ini kesalahan berlipat. “Dosa” yang sepertinya  diketahui tapi tak ada daya upaya untuk mencegah dan memperbaiki kesalahan ini. “Kewajaran” ini akan dibayar mahal. Dalam waktu lama. Bisa sampai ke anak cucu.

Pertanyaannya, sejauh mana fakta dan data ini menjadi pertimbangan pemilih?

Ini ironi. Karena, pilkada serentak di 270 daerah prioritasnya “sederhana” saja: Siapa calon kepala daerah yang mampu melawan Covid-19 dan dampak-dampaknya. Siapa yang mampu menyeimbangkan gas dan rem. Itu saja. Paling tidak, untuk jangka waktu setahun-dua tahun ke depan. Sampai 2022.

Kalau calon kepala daerah ditanya: kesehatan atau ekonomi, secara diplomatis, mungkin banyak yang menjawab, “perlu keseimbangan. Karena keduanya penting.”

Baca juga : Berlomba di Jalur Vaksin

Kita khawatir, ketika menjawab itu, di kepala mereka terlintas bayangan kursi. Kekuasaan. Bayangan proyek dan bagaimana mengembalikan modal kampanye, uang mahar serta uang pinjaman dari para cukong.

Lalu, ekonomi atau kesehatan? Jawabnya tetap “keseimbangan”. Supaya tidak jatuh. Jatuh dari kursi.

Lalu di manakah RAKYAT? Di tengah-tengah. Lagi bingung. Melihat para “gajah” bertarung. Rakyat terus menghamba supaya kondisi-kondisi yang bisa merusak ini, segera diperbaiki.(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.