Dark/Light Mode

Kemana KPK?

Selasa, 11 Agustus 2020 05:01 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Pegawai KPK resmi beralih status menjadi ASN, Aparatur Sipil Negara. Salah satu kekhawatiran dari berubahnya status ini yakni hilangnya independensi KPK.

Kekhawatiran itu kira-kira begini. Kalau kemarin, di periode DPR 2014-2019 misalnya, banyak anggota DPR yang ditangkap KPK, setelah KPK menjadi “new independent”, potensi itu bisa berkurang jauh.

Pada periode 2014-2019 tercatat ada 24 anggota DPR yang diproses hukum oleh KPK. Mulai dari anggota, wakil ketua sampai ketua DPR. Kalau digabungkan dengan anggota DPRD, jumlahnya lebih banyak lagi: 247 orang.

Sebelumnya; menteri, ketua partai, ketua lembaga tinggi negara, juga ikut terjaring. Semuanya kakap. Tak bisa dicegah. Tak bisa dilobi atau diintervensi. Minta bantuan para petinggi politik pun tak bisa.

Baca juga : `Nasionalisme Vaksin`, Bahaya!

Bahkan, Presiden Jokowi, seperti disampaikan Menko Polhukam Mahfud Md, pernah melaporkan sendiri suatu kasus ke KPK, enggak terungkap juga kasus tersebut. Mahfud tak menjelaskan kasus apa yang dimaksud. Mahfud juga tak menjelaskan, enggak terungkap tersebut apakah tidak diperhatikan KPK atau bagaimana.

Sekarang, tidak lagi. Karena KPK sudah di bawah eksekutif. Karena sudah jadi ASN, laporan semacam itu tentu akan sangat diperhatikan. Sama seperti ketika Presiden Jokowi meminta kepada Kapolri supaya Djoko Tjandra segera ditangkap. Tidak sampai dua minggu, buronan itu berhasil ditangkap di Malaysia.

Itu bagus. Positif. Yang dikhawatirkan, terutama oleh pegiat anti korupsi, independensi KPK akan hilang kalau ada koruptor kakap yang melobi kekuasaan supaya meminta KPK tidak menangkap tokoh tertentu. Atau, kalau ada yang tertangkap supaya tidak menyeret nama-nama besar di panggung politik.

Ini bisa terjadi karena ada koalisi besar di tubuh politisi. Kekhawatirannya, akan ada yang saling melindungi. Juga ada hubungan simbiosis mutualisma, saling menguntungkan.

Baca juga : Hati-hati Infodemik!

Inilah yang oleh sebagian orang disebut oligarki. Hitam-putihnya, panjang pendeknya sesuatu ditentukan oleh sekelompok kecil politisi.

Kenapa politisi menjadi sorotan? Karena, seperti diungkapkan KPK, kasus korupsi politik menempati posisi tertinggi yang ditangani KPK. Di urutan kedua, ada pihak swasta.

Kekhawatiran ini dibantah Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono. “KPK tetap independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun,” kata Dini dalam keterangan tertulis, Senin (10/8) kemarin.

Kita lihat saja nanti. Kalau ada nama-nama besar yang ditangkap KPK, berarti KPK masih bergigi. Kalau tidak, semua orang bisa punya penafsiran masing-masing.

Baca juga : Djoktjan, Kucing dan Tikus

Atau, kalau tidak ada lagi nama-nama besar yang ditangkap KPK, jangan-jangan korupsi di Indonesia sudah hilang. Nama-nama besar tidak ada lagi yang main proyek atau anggaran. Tidak ada lagi yang terima fee ilegal dan tidak mau lagi terima suap. Dalam bentuk apa pun.

Kalau itu yang terjadi, oh… indah sekali.(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.