Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pinangki, Perpres dan Pengobat Luka

Kamis, 10 September 2020 05:03 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Peraturan Presiden mengenai pengambilaihan kasus oleh KPK dari Kejaksaan-Polri, akan segera terbit. Apakah kasus Jaksa Pinangki yang sekarang ditangani Kejaksaan akan menjadi kasus pertama yang akan diambil alih lewat Perpres?

Selama ini Kejaksaan Agung menyatakan mampu menangani dan memeriksa rekannya sendiri. Tak akan ada konflik kepentingan walau ada “pimpinan” Kejaksaan Agung yang disebut-sebut dalam kasus Pinangki.

“Pimpinan” inilah yang membuat publik penasaran dan menduga-duga. Siapa dia, seberapa tinggi pangkatnya, belum terungkap. Benar-tidaknya harus dibuktikan. Segera.

Kejaksaan bisa saja meminta publik supaya tidak berandai-andai. Namun, siapa yang bisa mengontrol rakyat untuk berspekulasi bahwa Pinangki tidak bekerja sendirian. Bahwa dia punya rekan, mitra atau partner yang membantunya dalam sebuah jaringan kerja. Karenanya, muncul istilah “ada kekuatan besar”. Siapa dia? Perlu pembuktian.

Baca juga : Malaysia, Gas dan Rem

Sejauh ini, dalam kasus Joko Tjandra, sudah ada polisi, pengacara, jaksa dan politisi yang menjadi tersangka. Apakah ini klaster? Sekali lagi, perlu pembuktian.

Pengungkapan segera dan transparan serta berkeadilan, bisa meredam spekulasi dan kecurigaan. Bisa menumbuhkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, Terutama kejaksaan.

Kalau harus menunggu pengungkapan di persidangan, misalnya ada nama-nama baru yang muncul, siapa yang jamin bahwa kasusnya akan dikembangkan atau diteruskan? Atmosfer, situasi serta kondisinya, nanti, bisa berubah.

Kalau bisa diusut dan dituntaskan sekarang, kenapa harus menunggu lama sampai persidangan? Iya, kalau terungkap atau diungkap. Kalau tidak?

Baca juga : Berlomba di Jalur Vaksin

Di tengah kondisi tarik-menarik inilah, bisa tumbuh berbagai macam penafsiran dan pendapat. Bisa muncul spekulasi "jangan jangan...". Yang logis maupun tidak. 

Namun hukum tidak bekerja seperti itu. Tidak ada istilah “jangan-jangan…”. Perlu pembuktian. Karena itu, supaya kasus ini tidak menyandera lembaga kejaksaan, sebaiknya diusut tuntas. Dari sekarang. Jangan ada kesan diulur-ulur. Jangan sampai timbul kesan ada yang dilindungi.

Kalau tidak segera ada kejelasan, kasihan para jaksa berintegritas dan profesional, yang sudah mempertahakankan citra baik korpsnya. Mereka sangat-sangat banyak. Mereka bisa tersandera oleh kasus segelintir oknum. Bahkan, bukan hanya personel jaksanya yang kena, keluarganya juga bisa kecipratan citra buruk.

Karena itu, kita menunggu Perpres pengambilalihan perkara oleh KPK. Kita menunggu bagaimana Perpres itu bekerja. Bagaimana KPK menyikapinya. Termasuk menantikan apa hasil supervisi oleh KPK yang rencananya dilakukan Jumat besok.

Baca juga : Kotak Kosong, Sampai Kapan?

Perpres pengambilan perkara bisa menjadi pelipur lara di tengah terpuruknya kepercayaan terhadap penegakan hukum. Saat ini, di tengah politik yang memanas dan kekhawatiran munculnya klaster pilkada serta ujian Covid-19, hukum bisa tampil memberi kesejukan. Hukum bisa menjadi vaksin dan obatnya. Bukan menggores luka di atas luka.(*)
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.