Dark/Light Mode
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
RM.id Rakyat Merdeka -
Dipikir-pikir, apa sih yang kurang di Papua? Pemerintah sudah membangun jalan. Mulus. Jembatan sudah dibuat. Juga bagus. Beberapa bandara direnovasi. Modelnya modern-minimalis. Keren, walau tak terlalu besar. Bukan hanya oleh Jokowi, sekarang. Semua Presiden Indonesia memperhatikan Papua.
Dengan tingkat perhatian berbeda-beda. Harga BBM, juga sudah disamakan dengan provinsi lain. “BBM satu harga”. Tadinya harga BBM di Papua bisa mencapai Rp50 ribu sampai seratus ribu per liter. Sekarang sama dengan daerah lain. Anggaran untuk dua provinsi, Papua dan Papua Barat, juga sudah dinaikkan. Kenapa belum juga berhasil merebut “hati dan pikiran orang Papua?”
Baca juga : Surat Bush, Pujian Bill
Sampai ada berita yang menggelegar itu: 31 pekerja tewas dibantai oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB), Indonesia kaget. Ini tidak main-main. Apalagi kalau ada kombinasi antara kriminal, pemberontakan dan hasrat ingin merdeka. Ini serius.
Pemerintah berjanji akan mengejar para pelaku pembantaian. Pengejaran besar-besar, seperti yang dijanjikan pemerintah. Kita tungu hasilnya. Sembari menunggu hasil, kita lihat penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengenai Papua. Penelitian ini dirilis beberapa tahun lalu.
Hasilnya:
- masalah sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia. Masih ada anggapan bahwa integrasi Papua ke Indonesia, belum tuntas. Ada yang mengganjal. Bicarakanlah.
- Seperti di Aceh, Papua juga pernah menjadi daerah operasi militer. Ini menimbulkan luka lama. Panjang. Sejak Orde Baru. Sejak 1965. Luka ini harus diobati. Bukan hanya untuk generasi tua, tapi juga kepada generasi mudanya. Karena ini bisa menjadi kisah dan luka yang diceritakan turun-temurun.
- Adanya perasaan terpinggirkan. Ada pembangunan (fisik) di Papua, tapi orang Papua merasa tak diajak bicara. Tak dilibatkan. Seperti terasing di negeri sendiri. Keempat, kegagalan pembangunan di Papua.
Apa yang dilakukan pemerintah Jokowi dengan membangun jembatan, bangun jalan, bangun infrastruktur, tidak salah. Tapi, masih ada jalan lain yang tak kalah penting: jalan dialog. Ada jembatan lain yang tak kalah serius: jembatan dialog. Tentu saja, tidak semuanya bisa diobati dengan satu jenis obat. Apalagi kalau ada faktor internasional.
Baca juga : Banalitas Dunia Maya
Pemerintah perlu memetakan siapa atau kelompok mana yang bisa diajak dialog, siapa yang perlu didekati secara militer. Yang bisa diajak dialog, bawa ke meja perundingan. Yang tidak
bisa, tentu pemerintah punya jalan keluar terbaik.
Yang penting, bisa merebut hati dan pikiran rakyat Papua. Semua jalan, mulus. Semua jembatan, tersambung. Dan, semoga tidak ada lagi “Desember kelabu” di Papua.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.