Dark/Light Mode

Warna-Warni

Selasa, 4 Desember 2018 10:12 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Saya, bersama dua orang wartawan lain berkunjung ke Kalimantan Timur, akhir pekan, kemarin. Di meja makan, di Balikpapan, Kaltim, sembari menunggu keberangkatan ke Bontang, kami bertukar cerita. Tentang asal-usul.

Yang pertama, wartawan media online terkemuka. Masih muda. Pintar. Bapaknya etnis Tionghoa Singkawang, Kalimantan Barat. Ketika muda bapaknya merantau ke Pulau Jawa. Tujuannya Jakarta. Ingin kuliah. Ambil jurusan Sastra Arab. Di Universitas Indonesia.

“Aneh ya, orang China ngambil Sastra Arab,” katanya. Di Jakarta, bapaknya ketemu wanita cantik. Bukan orang Tionghoa. Mereka kemudian menikah. Lahirlah dia. Hasilnya: wajahnya campuran. Namun, garis Tionghoanya lebih dominan. Namanya sangat Arab. Islami. Diambil dari salah satu bagian ayat Al Quran. 

Baca juga : Banalitas Dunia Maya

Namanya tidak perlu saya sebutkan. “Nenek moyang bapak saya dari Hokkian,” ungkapnya. Hokkian berada di provinsi Fujian bagian selatan di Republik Rakyat Tiongkok. Orang Fujian sudah lama menjadi perantau dan tinggal di berbagai negara, terutama di Asia Tenggara. Termasuk di Indonesia. Juga di Singkawang. 

Yang kedua, juga wartawan media online. Dia lahir di Cianjur, Menikah dengan orang Pangkal Pinang, Kepulauan Riau. Ipar-iparnya di Pangkal Pinang sangat beragam. Agamanya. Budayanya. Juga etnisnya.

“Jadi, kami bisa merasakan semua hari raya. Lebaran, natal, juga imlek. Semuanya saling menghormati dan teguh terhadap keyakinannya masing-masing. Rame. Seru,” katanya mengisahkan. Dalam suasana keakraban yang warna-warni itu, katanya, yang senang, anak-anak. “Karena sering dapat angpao. Banyak duit. Duit baru.”

Baca juga : Ramalan Serem

Pimpinan rombongan kami, orang Solo. Petinggi di salah satu perusahaan minyak. Tinggal di Sentul, Bogor. Dia senang naik sepeda. Gowes. Bisa dari pagi sampai sore. Saat bersepeda dia bisa melihat segala macam pemandangan, suasana dan kondisi masyarakat di sepanjang rute yang dilewati.

“Kalau capek, mampir. Makan-makan, bersama teman-teman dari berbaga kalangan dan latar belakang. Cerita-cerita, segala macam,” ujarnya. “Saya sangat menikmati sepeda. Jadi, kalau naik mobil, mobil apa saja, pasti nikmat banget. Karena saya sudah menikmati sepeda,” ungkapnya. Apakah dia bersepeda bersama anak-anaknya? “Tidak. Anak saya dua. Dua-duanya di luar negeri. Satu di Amerika. Satu di Inggris. Masih sekolah. Ada yang beasiswa, ada yang biaya sendiri,” ucapnya.

Apakah dia sering menengok anaknya? “Selama tujuh tahun, saya tidak pernah menengok yang di Amerika. Enggak punya duit. Waktu dia wisuda, baru saya berangkat ke sana.” Kalau yang di Inggris, dia bercerita, juga jarang pulang ke Indonesia. “Kalau libur, dia pergi ke Jerman. Di sana banyak saudara-saudaranya”.

Baca juga : Berebut Pasar

Mereka kemudian menanyakan mengenai saya. “Dari namanya, pasti orang Jawa ya?” “Bukan. Saya dari Bima, NTB. Istri saya orang Betawi campur Minang”. Mereka sedikit heran. “Kok bisa!?” Ya, begitulah. Di meja makan itu, mengalir cerita macam-macam. Warna-warni. Pembicaraan berhenti ketika ada panggilan untuk segera bersiap-siap berangkat ke Bontang. Keragaman itulah yang membuat negeri ini indah.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :