BREAKING NEWS
 

Membaca Pertumbuhan Ekonomi 3,5 Persen

Indef: Ekspor Komoditas Kita Masih Berbasis SDA

Reporter : HAIKAL AMIRULLAH
Editor : ADITYA NUGROHO
Senin, 8 November 2021 21:46 WIB
Ekonom Indef, Dr. Eisha M Rachbini. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ekonomi kuartal III-2021 tumbuh 3,5 persen. Apa artinya pertumbuhan ini. Ekonom Indef, Dr. Eisha M Rachbini mencoba menganalisisnya.

Kata Eisha, kinerja sektoral berdasarkan lapangan usaha di kuartal III-2021 dari industri pengolahan tumbuh 7,78  persen year on year (yoy). Pertumbuhan itu juga lebih tinggi dibanding kuartal II-2021 yang sebesar 5,22 persen .

Eisha merinci, di industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan adalah industri non migas. Pertama, industri makanan dan minuman (mamin). Selain tingginya permintaan domestik, permintaan makanan yang berbasis lemak nabati dari produk-produk Crude Palm Oil (CPO) juga tinggi.

Baca juga : Bongkar Pengaturan Skor Perserang, PSSI Lapor Ke Polda Metro Jaya

Kedua, industri kulit dan alas kaki, industri kimia farmasi dan obat tradisional sebesar 9,7 persen ketika. Lalu industri logam dasar tumbuh 9,5 persen, industri mesin perlengkapan dan industri alat angkut sebesar 27,84 persen.

Lalu industri alat angkut tumbuh tinggi di kuartal III-2021 meski lebih rendah dibanding kuartal II-2021 yang tumbuh 45 persen. Analisa peningkatan tersebut ternyata berasal dari relaksasi dan adanya insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang efektif sejak Maret 2021.

Adsense

Industri kendaraan bermotor juga, lanjutnya, mengalami kenaikan produksi namun pertumbuhan penjualan meningkat tajam di kuartal II-2021 sebesar 700 persen lebih. Produksinya juga meningkat.

Baca juga : Gus Muhaimin Dorong Kerjasama Indonesia-China Di Berbagai Bidang

Adanya PPKM darurat di kuartal III-2021 berdampak tumbuh tidak terlalu besar untuk produksi dan penjualan kendaraan bermotor. Yang sekarang harus dipikirkan, jika kebijakan insentif PPnBM dicabut bagaimana arah dan langkah yang harus ditempuh. Apakah misalnya dengan zero net emisi terkait produksi dan perkembangannya.

"Kinerja manufaktur di Mei 2021 tercatat tinggi tetapi turun jauh ketika PPKM darurat. Lalu perlahan meningkat di akhir Oktober 2021. Untuk purchasing manager index (PMI) berkembang ke arah positif pada kapasitas utilitas. Meski jatuh di kuartal III-2021 sebesar 68,7 persen utility capacity. Kinerjanya belum menyamai level pra pandemi," kata Eisha.

Bagaimana dengan pertumbuhan ekspor? Kata dia, dari sisi pengeluaran ekspor impor, sumber pertumbuhan ditopang ekspor namun pada September terdapat suplus melandai atau turun dibanding bulan sebelumnya. Pertumbuhan net ekspor lebih baik karena membaiknya pasar di negara-negara luar negeri yang mulai pulih dari pandemi, tetapi ada juga juga faktor harga.

Baca juga : Dukung Pertumbuhan Ekonomi, Ini Strategi Menuju Kemandirian Industri Baja Nasional

Menurut dia, ekspor komoditas Indonesia masih berbasis pada sumber daya alam (SDA) yang rentan terhadap volatilitas harga komoditas dunia, misalnya adanya kenaikan harga batu bara yang naik tinggi karena adanya perubahan harga batu bara dunia.

“Ke depan, sebagaimana IMF forecast bahwa harga batu bara bisa jadi akan turun kembali. Karena itu harus dipikirkan bagaimana jalan keluar agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada volatilitas harga SDA dunia," tegasnya. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense