BREAKING NEWS
 

ESDM: Proyek Investasi DME Sangat Ekonomis, Ini Buktinya

Reporter & Editor :
ADITYA NUGROHO
Senin, 7 Desember 2020 13:52 WIB
Plt. Kepala Badan Litbang Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana. (Foto: ESDM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Cadangan batubara Indonesia relatif lebih besar dibandingkan dengan minyak dan gas bumi. Cadangan emas hitam itu mencapai 38 miliar ton.

Dengan tingkat produksi sekitar 600 juta ton, usia cadangan batubara Indonesia diperikirakan sekitar 63 tahun. Ini apabila diasumsikan tidak ada temuan cadangan baru.

Dengan tingkat cadangan yang besar itu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong hilirisasi atau peningkatan nilai tambah batubara. 

Salah satunya menjadi Dymethil Ether (DME) yang dapat digunakan sebagai substitusi Liquefied Petroleum Gas (LPG). LPG sendiri merupakan komoditi energi yang lebih dari 70 persen masih impor. 

“Sehingga konsumsinya perlu disubstitusi untuk mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan dan meningkatkan ketahanan energi nasional," ungkap Plt. Kepala Badan Litbang Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana di Jakarta, Senin (7/12).

Baca juga : Mentan: Petani Adalah Pahlawan Ekonomi Bangsa

Dalam rangka mendorong kebijakan hilirisasi batubara, pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batu bara dapat diberikan perlakuan tertentu berupa pengenaan royalti sebesar 0 persen. Hal tersebut, tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Salah satu proyek DME yang sedang berjalan dilakukan oleh konsorsium PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Pertamina dan Air Product, dengan kapasitas input batubara 6 juta ton per tahun untuk  memproduksikan 1,4 juta ton DME. Namun, pada November 2020 lalu terdapat kajian yang dilakukan oleh lembaga think tank yang menyebutkan bahwa proyek DME tidak masuk skala keekonomian dan menyebabkan kerugian tahunan sekitar 377 juta dolar AS.

Menidaklanjuti kajian tersebut, Tim Kajian Hilirisasi Batubara Balitbang ESDM melakukan analisis dan konfirmasi antara kajian lembaga think tank dengan Feasibility Study (FS) PT BA, sehingga didapat bahwa proyek DME secara ekonomi layak dijalankan. Perbedaan hasil kajian karena perbedaan asumsi data yang digunakan, metode perhitungan dan pertimbangan multiplier effect dari proyek.

Adsense

Asumsi harga LPG yang digunakan lembaga think tank tersebut sebesar 365 dolar AS per ton yang hanya mencerminkan harga kondisi 2020 saat demand energi rendah di masa pandemi. Sedangkan asumsi harga LPG pada FS PT BA sekitar 600 dolar AS per ton mencerminkan harga LPG rata-rata dalam 10 tahun terakhir. Perbedaan tersebut sangat berpengaruh terhadap harga jual DME.

Perbedaan lainnya terkait asumsi harga batubara dan kapasitas input batubara. Asumsi harga batubara yang digunakan lembaga think tank sebesar 30 dolar AS per on. Sedangkan FS PTBA sekitar 21 dolar AS per ton yang merupakan harga batubara PTBA kualitas rendah pada saat FS dibuat. Terkait input batubara terdapat selisih sebesar 500 ribu ton, di mana FS PTBA lebih efisien.

Baca juga : Enam Institusi Kembangkan Vaksin Merah Putih

Metode perhitungan yang digunakan lembaga think tank sangat sederhana hanya memperlihatkan perhitungan satu tahun dengan asumsi biaya produksi DME sebesar 300 dolar AS per ton yang mengacu pada referensi Plant Lanhua di China.

Sedangkan PTBA telah melakukan FS komprehensif dengan asumsi data yang menghasilkan keekonomian proyek dengan Net Present Value (NPV) 350 juta dolar AS dan Internal Rate of Return (IRR) sekitar 11 persen sehingga proyek ekonomis dan tidak rugi. Selain itu FS PTBA juga mempertimbangkan dampak ekonomi lainnya.

Selain keekonomian proyek, kata Dadan, setidaknya terdapat 6 poin dampak ekonomi dari hilirisasi batubara untuk DME. Pertama, DME meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor LPG. Dengan penggunaan DME, akan menekan impor LPG hingga 1 juta ton LPG per tahun dengan kapasitas produksi DME 1,4 juta ton per tahun.

Kedua, menghemat cadangan devisa hingga Rp 9,7 triliun per tahun dan menghemat Neraca Perdagangan hingga Rp 5,5 triliun per tahun. Ketiga, akan menambah investasi asing yang masuk ke Indonesia sebesar 2,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 30 triliun. 

Keempat, pemanfaatan sumberdaya batubara kalori rendah sebesar 180 juta ton selama 30 tahun umur pabrik. Kelima, adanya multiplier effect berupa manfaat langsung yang didapat pemerintah hingga Rp 800 miliar per tahun. 

Baca juga : Bank Indonesia Dukung Pengembangan Ekonomi Dan Keuangan Syariah

Dan, Keenam, pemberdayaan industri nasional yang melibatkan tenaga lokal dengan penyerapan jumlah tenaga kerja sekitar 10.570 orang pada tahap konstruksi dan 7.976 orang pada tahapan operasi.

Selain itu, dalam mendukung implementasi substitusi LPG ke DME, kata Dadan, Lemigas Balitbang ESDM telah melakukan uji coba terkait kompor DME. Hasil uji coba, menunjukkan bahwa efisiensi kompor meningkat dari rata-rata 61,9 persen dengan penggunaan LPG, menjadi 73,4 persen apabila menggunakan DME. 

“Sehingga keperluan DME untuk kebutuhan memasak terjadi penurunan, lebih rendah dibandingkan kebutuhan kalori teoritisnya," tambah Dadan. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense