BREAKING NEWS
 

Ancaman Israel Bernama Balon Pembakar dari Gaza

Reporter : DIANANDA RAHMASARI
Editor : MUHAMMAD RUSMADI
Sabtu, 22 Agustus 2020 12:25 WIB
Unit Petir (Barq) di Gaza, Palestina, menyiapkan serangan balon pembakar ke Israel. [Foto: Mahmoud Walid/Al Jazeera]

RM.id  Rakyat Merdeka - Selama dua pekan terakhir, tujuh pria Palestina berkemah di dekat zona penyangga yang memisahkan Jalur Gaza dari Israel, pada dini hari sebelum fajar.

Tapi, ini bukan acara berkemah biasa. Di antara barang yang mereka bawa adalah tabung gas, kubus kecil yang mudah terbakar, balon dan topeng Guy Fawkes, yang mereka pakai untuk menutupi wajah mereka.

Warga Palestina menyebut mereka Unit Petir (Barq) -salah satu dari beberapa kelompok yang terlibat dalam serangan balon "api" dan layang-layang yang diterbangkan arah ke Israel.

Bersembunyi di antara semak dan pohon zaitun, para pria itu mengisi balon dengan helium, mengelompokkannya menjadi satu ikatan, dan kemudian menempelkan benda pembakar kecil di bagian ekornya.

Begitu arah angin tepat, mereka meluncurkan balon-balon itu diam-diam ke lahan kosong di Israel, yang dekat dengan pagar zona penyangga.

Balon, yang disebut Israel sebagai "serangan pembakar" itu ternyata berefek hebat. Hingga menyebabkan kebakaran besar di beberapa lahan pertanian Israel.

Meski tidak ada warga Israel yang terluka, “serangan udara” itu akhirnya memaksa Israel membombardir Jalur Gaza selama 10 hari berturut-turut. Target mereka, fasilitas pelatihan dan pengintaian Hamas.

Baca juga : 2 Nelayannya Tewas Ditembak, Iran Sita Kapal UEA

"Kami datang ke sini untuk mengirim pesan api kepada penjajah Israel. Kami di Jalur Gaza tidak bisa lagi menerima pengepungan selama 13 tahun," kata Abu Yousef, Juru Bicara Unit Barq, kepada kantor berita Al Jazeera.

"Kami ingin mengirim pesan, kami pantas mendapatkan kehidupan yang layak untuk keluarga dan orang yang kami cintai," tambah laki-laki 24 tahun itu.

Sementara anggota kelompok paling senior, yang dipanggil dengan nama samaran Abu Obaida mengatakan, mereka menggunakan alat-alat ini untuk menantang blokade, karena mereka semakin merasa tidak ada yang peduli ke Gaza. Ini menurutnya juga sebagai taktik demi meringankan situasi menyedihkan di Gaza.

"Dunia melihat ke arah lain. Kami tidak memiliki permusuhan dengan orang-orang Yahudi. Pertempuran kami adalah melawan pemerintah mereka (Israel –red), yang telah mengepung kami selama 13 tahun," kata ayah lima anak berusia 35 tahun itu.

Sebagai balasan, selain serangan udara malam hari di daerah pantai yang diblokade, Israel mengaku juga telah melakukan tindakan hukuman, sebagai tanggapan terhadap balon pembakar itu.

Pekan lalu misalnya, Israel menutup Karam Abu Salem (Kerem Shalom), penyeberangan komersial utama Gaza. Kemudian pada 17 Agustus, Israel menutup zona penangkapan ikan di Gaza.

Adsense

Keesokan harinya, satu-satunya pembangkit listrik Gaza terpaksa menghentikan layanannya. Karena impor bahan bakar Gaza dihentikan oleh Israel pada Kamis (20/8/2020). Akibatnya, listrik di Gaza yang biasanya menyala antara 8 hingga 12 jam sehari, berubah menjadi hanya tiga hingga empat jam.

Baca juga : Pasukan Israel Tembak Mati Warga Palestina di Yerusalem

Terlepas dari peningkatan tindakan hukuman ke Jalur Gaza, Unit Petir ini menegaskan akan melanjutkan aksinya. Mereka meyakini, ini cara mereka menekan Israel mencabut blokade yang menghancurkan di Gaza.

Meski berisiko memicu balasan kekerasan oleh Israel, Hamas yang berkuasa di Gaza umumnya membiarkan dilakukannya serangan balon api ini. "Rakyat Palestina memiliki hak melawan penjajahan Israel, dan untuk bersuara dengan cara apapun, terhadap blokade Jalur Gaza," kata pejabat Hamas, Bassem Naim kepada Al Jazeera.

Dia bahkan menuduh Israel mengabaikan perjanjian yang dimediasi Mesir, Qatar, dan PBB. Akibatnya, masyarakat di Gaza kini hidup dalam kondisi menyedihkan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Inilah yang mendorong beberapa anak muda melakukan aksi perlawanan seperti balon pembakar. Karena semua cara lain untuk menarik perhatian pada apa yang terjadi di Jalur Gaza gagal menghasilkan perubahan apapun," ungkapnya.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), blokade Gaza diperkirakan membuat kota yang terkepung itu tak layak huni pada tahun ini. Daerah tersebut menderita kesulitan air minum yang parah, di mana kontaminasi air telah mencapai 97 persen.

Hampir 80 persen penduduk Gaza juga menerima bantuan. Menurut Bank Dunia, hampir 53 persen warga Gaza telah jatuh di bawah garis kemiskinan.

Kondisi ekonomi yang keras, aku pihak Unit Barq, mendorong mereka menantang kondisi ini. Meski mereka semua lulusan universitas, tapi mereka semua menganggur. Bank Dunia menyatakan, tingkat pengangguran di Gaza mencapai 45,5 persen.

Baca juga : Lompatan Besar yang Diperlukan Bangsa Saat Ini, Merdeka dari Corona

"Saya menikah dengan tiga anak, tapi saya menganggur. Anak-anak saya berhak dapat kehidupan yang layak dan bermartabat. Saya di sini hari ini, karena ketika saya menatap mata mereka, saya hanya dapat melihat, saya tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka," kata Abu Yousef, anggota Unit Barq lainnya, kepada Al Jazeera.

Dia mengatakan, bahkan tidak mampu membeli kebutuhan dasar untuk sekolah mereka, dan harus meminjam seragam bekas dari tetangga.

"Kami bukan teroris seperti tuduhan Israel. Kami tidak ingin membakar apapun atau menyakiti siapapun. Saya baru lulus di Jurusan Hubungan Masyarakat dan Pemasaran dengan nilai tertinggi. Tapi tidak dapat pekerjaan,” curhat Abu Obaida.

“Kami berhak mendapat kesempatan kerja, juga listrik. Anak-anak saya berhak mendapatkan makanan,” tambahnya.

Anggota Unit Barq lainnya, Abu Hamza menimpali, "Pesan kami kepada dunia adalah, agar mereka memperhatikan Gaza. Ini adalah wilayah pendudukan, di mana 2 juta orang hidup di bawah pengepungan yang mencekik. Israel tidak berhak terus melakukan ini."

Unit Barq menyadari, aktivitasnya berrisiko sangat besar bagi kehidupan mereka. "Bahaya yang kami hadapi setiap hari adalah, Israel menembaki kami secara langsung. Langit di atas kami selalu penuh drone. Tentu kami takut. Tapi kehidupan seperti di Gaza lebih buruk," kata Abu Yousef.

Keinginannya, lanjut Abu Yousef, warga Gaza bisa hidup layak tanpa blokade. "Sebelum keadaan itu tercipta, Gaza akan tetap jadi duri di tenggorokan Israel," ujarnya lagi. DAY

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense