BREAKING NEWS
 

Reshuffle Untuk Citra Pemerintahan Jokowi

Rabu, 8 Mei 2019 05:13 WIB
Prof. Tjipta Lesmana

RM.id  Rakyat Merdeka - Tanggal 19 Mei 2014 bakal calon presiden Joko Widodo bersama bakal calon wakil presiden Jusuf Kalla menggelar acara deklarasi pasangan tersebut di Gedung Joang 45, Jalan Menteng Raya, Jakarta.

Pasangan tersebut diusung oleh 4 (empat) partai politik, yaitu PDI Perjuangan, NasDem, PKB, dan Hanura. Bersamaan dengan deklarasi balon capres dan cawapres, Jokowi dan Jusuf Kalla juga mengumumkan “Nawa Cita” sebagai agenda prioritas pemerintahan Jokowi-JK jika mereka terpilih dalam Pemilu 2014.

Cita ke-2 menyatakan tekad Jokowi dan JK untuk “Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.”

Pada Cita yang ke-4, Jokowi-JK menyatakan ketegasannya untuk “menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.”

Baca juga : Ibukota Mau Dipindah? Entar Dulu

Sebelumnya, Jokowi ulang-ulang menyatakan janjinya kepada rakyat Indonesia untuk membentuk kabinet yang bersih dan efektif, jika terpilih sebagai Presiden.

Janji serupa juga diutarakan oleh Pak SBY ketika maju lagi dalam Pemilu 2009. “Kabinet saya mendatang bisa langsung bekerja efektif pada hari pertama!” ucap Presiden SBY dengan nada penuh keyakinan.

Di seantero dunia, politisi memang suka jual “kecap”. Pemerintahan SBY jilid-2 ternyata “rusak”. Motto sentral “anti korupsi”, ternyata hanya janji kosong. Satu per satu petinggi Partai Demokrat, baik yang duduk di kabinet maupun di DPR-RI, dijebloskan KPK ke dalam sel tahanan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Pemerintahan Jokowi-JK pun diragukan komitmennya yang 1000% dalam melawan korupsi. Ketika KPK digoyang-goyang oleh pihak-pihak tertentu, terutama oleh sejumlah anggota DPR-RI dengan mendesak agar kewenangan sadap KPK dipangkas, pemerintah Jokowi terkesan tidak membela KPK.

Baca juga : Rekonsiliasi, Apa Bisa?

Padahal semua orang tahu “sadap” merupakan senjata pamungkas KPK. Lembaga anti-korupsi itu akan collapse manakala kewenangan sadap dicabut dari tubuh KPK.

Pemerintah Jokowi juga bersikap “dingin” ketika Komisi III DPR-RI menggulirkan Pansus Hak Angket KPK di penghujung 2017. Misi Angket KPK ketika itu ditengarai untuk melemahkan kedudukan KPK.

Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti, di masa lalu juga ada indikasi serupa. Ketika KPK sedang mengungkap kasus besar yang melibatkan politisi, baik di DPR maupun di parpol-parpol eksekutif, biasanya ada serangan balik seperti ini.

Menjelang pembentukan Hak Angket, KPK memang melancarkan serangan keras ke DPR terkait kasus e-KTP yang menggegerkan gedung DPR.

Baca juga : Masalah Inti Konflik Keras Kedua Kubu

Sementara itu, independensi KPK masih sering menjadi diskursus banyak pihak. Apa betul KPK independen dan bersih? Banyak yang tidak percaya. Sejumlah kasus dugaan korupsi yang semula “meledak” dan mendapat perhatian besar dari publik, ternyata, kemudian “hilang”.

Kenapa hilang? Ya, itulah salah satu indikasi keraguan publik terhadap independensi KPK. Saat ini keseriusan pemerintah Jokowi untuk “membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya” juga sedang mendapat ujian serius.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense