BREAKING NEWS
 

Penyidikan Kasus Kelangkaan Minyak Goreng

Kejaksaan Agung Periksa Empat Pejabat Kemendag

Reporter : BHAYU AJI PRIHARTANTO
Editor : RIFFMY
Selasa, 19 April 2022 07:30 WIB
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana. (Foto: Dok. Kejagung).

 Sebelumnya 
Persyaratan itu antara lain besaran jumlah yang difasilitasi kebutuhan dalam negeri sebesar 20 persen menjadi 30 persen.

Adsense

“Atas perbuatan tersebut, berpotensi menimbulkan kerugian negara dan perekonomian negara,” kata Sumedana.

Kasus ini naik ke tahap penyidikan dengan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-17/F.2/ Fd.2/04/2022 tanggal 4 April 2022.

Kejagung mengendus dua perusahaan eksportir yang diduga mendapat persetujuan ekspor meski dinyatakan tidak memenuhi kewajiban distribusi dalam negeri dan harga penjualan dalam negeri.

Baca juga : Kekayaan Jokowi Naik 7,8 Miliar, Kekayaan Sandi Naik 6,7 Miliar, Dompet Pejabat Tebel-Tebel Nih

Kedua perusahaan itu adalah PT Mikie Oleo Nabati Industri dan PT Karya Indah Alam Sejahtera. Adapun persetujuan ekspor kepada dua eksportir itu dikeluarkan Kemendag atas rekomendasi Kementerian Perindustrian.

“Disinyalir adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor (PE),” kata Sumedana.

Terbitnya persetujuan ekspor (PE) yang bertentangan dengan hukum dalam kurun waktu 1 Februari-20 Maret 2022 itu mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng, sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng.

Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, melaporkan 8 perusahaan ke Direktorat Subdit Pengaduan Masyarakat Pidana Khusus (Dumas Pidsus) Kejagung, karena diduga mengekspor minyak mentah kelapa sawit atau CPO yang ditaksir merugikan negara.

Baca juga : Waduh, KPPU Dicuekin Produsen

“Potensi kerugiannya Rp 5-6 triliun untuk 1 tahun 2021 saja,” kata Boyamin.

Saat dikonfirmasi nama-nama perusahaan tersebut, Boyamin enggan menyebutkan. Namun ia memastikan telah menyampaikannya ke Kejagung.

Boyamin mengatakan, pemerintah seharusnya sudah tahu akan terjadi kelangkaan minyak goreng pada tahun 2021 karena banyak perusahaan mengekspor CPO.

Namun perusahaan memilih mengirim produksi sawit mereka ke luar negeri karena lebih cepat mendapatkan uang. Sementara jika memproduksinya hingga menjadi minyak goreng butuh waktu 3 bulan, ditambah potongan pajak, gaji pegawai dan biaya operasional pabrik.

Baca juga : Puan Apresiasi BLT Minyak Goreng Sebagai Solusi Jangka Pendek

Potensi kerugian negara tersebut kata Boyamin disebabkan negara kehilangan pajak dan bea keluar yang tidak terserap secara maksimal. Tidak terserapnya bea keluar ini karena kalau CPO jadi minyak goreng, harganya bisa naik 5 persen.

Selain itu, sikap produsen yang mengekspor CPO menyebabkan bahan baku pembuat minyak goreng hanya dinikmati oleh perusahaan luar negeri. Sehingga investasi untuk membangun pabrik minyak goreng tertuju kepada negara lain.

“Wong di sana sudah langsung menerima CPO, bikin biosolar juga begitu, terus tidak bertambah investasi dan tenaga kerja. Berikutnya, otomatis perusahaan-perusahaan juga tidak berorientasi pengolahan,” pungkasnya.  [BYU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense