BREAKING NEWS
 

Kembang Turi Putih

Reporter : FAQIH MUBAROK
Editor : UJANG SUNDA
Senin, 11 Mei 2020 00:39 WIB
Catatan :
Redaktur

RM.id  Rakyat Merdeka - Awalnya saya ingin nulis yang ndakik-ndakik soal kondisi kekinian. Ya, soal Covid-19. Tapi enggaklah. Banyak yang lebih ahli. Kalaupun ada nyerempet-nyerempet bahas Covid-19, jangan langsung percaya. Boleh ditinggal saja.

Saya berprasangka baik, dengan peradaban yang modern ultra canggih sekarang ini, tak akan sulit nemu obat atau vaksin virus tak kasat mata yang sudah berhasil bikin puyeng seantero jagad. Tapi, sambil nunggu wong pinter-pinter nemu obatnya, alangkah baiknya nyari sesuatu buat pegangan. 

Soal selanjutnya yang mau saya omongin, memang enggak populer di alam pikir kaum modern dan dunia akademik. Tapi, bagi orang tradisional macam saya, apalagi yang lahir di kultur Jawa, saat dihadapkan kebingungan massal seperti pandemi ini, pegangannya ya wiridhan, istighisahan, hizb, atau mantra yang diajarin guru-guru, leluhur, dan orang tua. Biar enggak puyeng-puyeng amat mikirin pageblug yang pasti disusul paceklik, bisanya ya cuman sholawatan untuk kanjeng Nabi. Yang begini-begini, selain buat nenangin jiwa, pasti ada energi positif menyehatkan badan dari bacaan-bacaan baik yang kita rapalkan. 

Baca juga : Berpikir Kondisi Terburuk

Untuk kesehatan fisik, saya percaya rempah-rempah sajalah. Ada cengkeh, tembakau, empon-empon, jahe, wedang uwuh yang kemarin nge-hits setelah Corona mampir ke Nusantara, dan wedang dari rempah lainnya. Selain itu, baca-baca tulisan yang bawa energi positif. Nah, dalam satu dua tulisan dari 81 serial artikel Khasanah tentang Corona yang ditulis Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun, mengajak pembaca untuk rengeng-rengeng nembang Turi-turi Putih karya Sunan Giri.

Adsense

Sudah barang tentu ada maksudnya. Selesai baca artikel, saya datang ke Mbah Google untuk mengecek khasiat Kembang Turi, yang kalau di daerah Pantura bernama Tronggong. Katanya bagus untuk obat sakit yang berhubungan dengan pernapasan. 

Dalam tulisan berikutnya, Cak Nun menyebut, di masa kanak-kanak selama menggembalakan kambing, ia dan para penggembala lain menghindarkan kambing-kambing memakan Kembang Turi. Sebab bisa bikin mandul. "Mudah-mudahan, zarrah Corona juga mandul untuk mengembangkan diri di badan kita, mandul untuk bermutasi dan berkembang biak."

Baca juga : Upah untuk Anak Berpuasa

Besoknya saya menuju pasar. Nyari Kembang Turi untuk dibikin urap atau lalapan, dimakan mentah-mentah, atau ditaruh dalam rebusan air yang dibacain Ya Zamzamallah 33 kali untuk kemudian diminum. Masalahnya, nyari Kembang Turi di Ibu Kota amatlah sukar. Sampai detik ini, saya belum nemu. Mau minta tolong orang tua di kampung, nyengget tronggong di pesawahan di pojokan desa, dan dikirim lewat paket, kok ya gila amat.

Tapi, di tengah kegilaan ini, saya amat bersyukur. Ini tahun pertama saya melewati Ramadan bareng istri. Berkat pandemi, Ramadan kali ini jadi sangat sunyi seperti tengah bersembunyi bersama di Goa Kahfi. Kayaknya ya, sejatinya Puasa itu begitu. Tak seperti tahun-tahun sebelum pandemi, puasa amat ingar bingar. Biaya urusan perut bisa tiga kali lipat dibanding bulan di luar Puasa. Tayangan celelekan menjadi-jadi di televisi. Ramadhan jadi industri. Beruntunglah Corona sempat mampir di bumi bersama dengan Ramadan tahun ini!

Faqih Mubarok, Wartawan Rakyat Merdeka

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense