BREAKING NEWS
 

Ahli Epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman

Catat Ya, Ini Uji Klinis, Bukan Uji Nasionalisme

Reporter & Editor :
FIRSTY HESTYARINI
Senin, 19 April 2021 07:03 WIB
Ahli Epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman (Foto:Istimewa)

 Sebelumnya 
Jadi, dukungan kepada BPOM ini murni tak ada muatan politik apa pun ya Pak?

Saya 6 tahun kurang lebih mengawal proses-proses seperti ini di Indonesia. Mewakili Kementerian Kesehatan. Ada namanya interdep (tim yang terdiri dari sejumlah instansi, Red). Apalagi, melibatkan peneliti asing.

Indonesia tuh punya aturan. Nggak bisa sembarangan. Kalau ada yang melabrak, itu akan jadi tanda tanya besar. Ada kepentingan apa?

Sekali lagi, ini bukan uji nasionalisme. Ini uji klinis. Nggak ada politis-politis.

Kalau saya orang politik, mungkin saya bermain politik. Tapi saya kan berbasis ilmiah. Kalau benar, ya saya katakan benar.

Baca juga : Kapan Swab Test Antigen Masuk Data Covid? Jangan Kelamaan

Bagaimana Bapak melihat pelabelan kata "nusantara" dalam vaksin tersebut?

Vaksin Nusantara nggak bisa benar-benar disebut sebagai karya anak bangsa. Karena, pengembangannya menggunakan metode yang berkembang di beberapa negara dalam satu dekade terakhir.

Tendensinya nggak pas. Seolah mengesankan ini produk dalam negeri. Padahal, faktanya tidak. Dalam dunia ilmiah ini menjadi tidak etis.

Nama asli dari vaksin ini adalah AVI Covid. Ini memang dari AS. Yang menjadi lokasi penelitian, bukan cuma Indonesia, tetapi juga Dalian China.

Bedanya, di Dalian China, sudah dalam tahap paper awal tentang potensi risiko dan lain sebagainya. Itu bagus. Walaupun uji klinis tahap I- nya blm selesai.

Baca juga : Digital Tracing Kian Mendesak, Klinik Demam Harus Disegerakan

Jadi, saya kira kejujuran dan transparansi itu penting. Dari mana asal vaksin, serta apa dan siapanya. Jangan langsung dibawa ke ranah nasionalisme. Karena memang bukan asli Indomesia.

Tapi, kalau memang ada potensi, ya kita dukung. Dengan catatan, bisa dibuktikan secara ilmiah.

Kalau metodenya sendiri, bagaimana?

Metode dendritik dalam vaksin Nusantara, diadopsi dari terapi kanker. Selain bisa disarikan dari darah seseorang, sel dendritik juga bisa diambil dari sumsum tulang.

Di beberapa negara, penggunaan metode ini menuai polemik, karena tidak mendapatkan hasil yang meyakinkan. Studi praklinisnya masih terus dilakukan, karena datanya masih belum meyakinkan.

Baca juga : Perlu Pembatasan Lebih Besar Untuk Cegah Klaster Pilkada, Prokes 3M Saja Tak Cukup

Metode pengembangan vaksin ini butuh biaya mahal. Sehingga, tidak tepat dalam konteks penanganan pandemi saat ini, yang mengharuskan pemerataan kesehatan dalam waktu cepat.

Sejumlah politikus dan anggota DPR yang akan menjadi relawan penyuntikan vaksin Nusantara, sudah menerima vaksin Covid dari pemerintah. Apakah secara teori, itu memang bisa?

Sejauh ini, tak ada hasil riset yang mengizinkan penerima vaksin bisa kembali disuntikkan vaksin sebagai relawan. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense