Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ketua PBNU dan Stafsus Wapres, Robikin Emhas

Tafsir Agama Yang Jadi Dalil Teroris, Kudu Diluruskan

Minggu, 4 April 2021 07:30 WIB
Ketua PBNU dan Stafsus Wapres, Robikin Emhas (Foto: Istimewa)
Ketua PBNU dan Stafsus Wapres, Robikin Emhas (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Terorisme ibarat bom waktu yang siap meledak setiap saat. Kita harus terus mewaspadai.

Terutama, setelah aksi bom bunuh diri yang melibatkan pasangan suami istri di Gereja Katedral Makassar Sulawesi Selatan pada 28 Maret 2021, dan serangan di Mabes Polri yang pelakunya perempuan. Serta penangkapan terduga teroris oleh Densus 88 Anti Teror di berbagai daerah. 

Di Jawa Timur saja, Densus 88 sudah mengamankan 26 terduga teroris di tahun 2021 yang baru berumur 3 bulan 4 hari ini. 

Terorisme acap kali disebut tak terkait agama. Namun faktanya, para pelaku teror mendasarkan aksinya pada ajaran dan doktrin agama.

Karena itu, penting bagi kita, meluruskan tafsir dan dalil agama yang kerap dijadikan pijakan oleh para teroris untuk melancarkan aksi kejinya.

Baca juga : Ketua PBNU Robikin Emhas: Perbedaan Tak Bisa Kurangi Persaudaraan Kemanusiaan

Apa tanggapan Nahdlatul Ulama sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia? Mari simak penuturan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga Staf Khusus Wakil Presiden, Robikin Emhas kepada wartawan Rakyat Merdeka/RM.id, Faqih Mubarok.

Aksi teror di Gereja Katedral dan Mabes Polri, menjadi alarm bagi kita untuk terus mewaspadai bahaya laten terorisme. Mengenaskan, karena pada waktu yang bersamaan, Densus 88 juga banyak menciduk terduga terorisme di berbagai daerah. Bagaimana sikap PBNU terkait hal ini?

Kami jelas mengutuknya. Peristiwa yang terjadi belakangan ini, mengindikasikan bahwa terorisme merupakan bahaya laten dan ancaman nyata yang ada di Indonesia.

Namun, kita tidak boleh takut terhadap segala bentuk teror. Karena rasa takut itulah yang diharapkan para pelaku teror.

Dalam situasi seperti ini, apa yang harus kita lakukan? Apakah pemerintah atau aparat sudah bertindak sesuai jalur?

Baca juga : Wapres: Ormas Berbasis Agama Wajib Jaga Kerukunan

Memberantas terorisme, tidak bisa hanya dibebankan kepada pihak tertentu saja. Tanggung jawab pemberantasan terorisme harus dipikul oleh segenap umat manusia.

Negara, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat sipil (civil society) harus bersatu. Apalagi, terorisme dengan isu global seperti klaim terjadinya ketidakadilan global. Maka, harus ada komitmen kuat secara global dari seluruh bangsa dan negara yang ada di dunia untuk mewujudkan tata kehidupan dunia yang adil, damai dan sejahtera.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam pernyataannya menjelaskan, pelaku teror di Mabes Polri terindikasi lone wolf (bergerak sendiri), berideologi ISIS. Terutama, bila dilihat dari postingan media sosialnya, yang memuat gambar bendera ISIS dan keterangan tulisan terkait jihad ISIS. Ini tentunya menjadi ancaman tersendiri, di tengah melemahnya kelompok ekstrem. Bagaimana tanggapan Pak Kiai?

Otoritas yang berwenang lebih tahu, apakah aksi teror belakangan ini merupakan lone wolf atau tidak. Namun apabila betul, maka kita memiliki pekerjaan rumah yang lumayan  berat. Karena itu mengindikasikan adanya penerimaan terhadap ajaran ideologi kematian, yang bisa diakses dan dipelajari secara individual.

Dari mana diaksesnya? Antara lain, melalui dunia maya. Dalam situasi ini, keberadaan mereka tidak mudah dideteksi. Sehingga, tak mudah pula melibatkan mereka dalam  program deradikalisasi.

Baca juga : Semua Wanita Cantik, Tapi Yang Utama Adalah Percaya Diri

Berbeda dengan mereka yang berjejaring secara terstruktur, dan berhimpun dalam suatu organisasi teror atau afiliasinya.

Kerap kali disebutkan teroris tak memiliki agama, atau terkait dengan agama tertentu. Tapi faktanya, para teroris sering menjadikan ayat-ayat perang dalam Al Quran dan Hadits sebagai pembenaran. Bagaimana Pak Kiai memandang ini? Apa yang mestinya dilakukan organisasi keagamaan terkait hal ini?

Pertama, tafsir dan dalil agama yang jadi dasar tindakan terorisme ini perlu diluruskan. Perlu ditegaskan, kekerasan bukan ajaran agama. Agama apa pun tidak mengajarkan kekerasan. Apalagi, dalam bentuk teror. Karena kekerasan dan teror merusak harmoni sosial.

Sebaliknya, agama justru memerintahkan setiap individu manusia untuk bekerja sama dan hidup harmoni dengan manusia lainnya. Apa pun suku, ras, agama maupun golongannya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.